KETELADANAN SEBAGAI PROSES INTERNALISASI
Internalisasi
adalah peresapan nilai dari luar ke dalam diri (to convey value from outside
into inside a person’s mind), atau mengubah sesuatu yang semula gharïb (غريب),
asing, menjadi qarïb (قريب), akrab (ليقرّب
ما
كان
الغريب). Internalisasi. Dalam tulisannya, Ahmad Haes mengutip dari Dr.
Mudji Sutrisno, internalisasi adalah sebuah tahap di mana orang memproses
pembatinan nilai dari sesuatu yang di luar dirinya (eksternal) menjadi bagian
dari dirinya atau batinnya (internal).
Proses
internalisasi merupakan proses peresapan, karena proses ini memerlukan waktu
yang cukup lama dan membutuhkan cukup tenaga, adapun bentuk prosesnya adalah
Sesuatu yang sebelumnya merupakan pengetahuan dari luar yang disampaikan
sebagai pengetahuan kognitif, kini diproses dalam pembatinan untuk menjadi
sesuatu yang afektif menyatu dengan dirinya. Di tahap internalisasi inilah
terletak batu uji apakah seseorang ‘hanya ditempeli atau menempelkan nilai’
sebagai kulit luar untuk pribadinya ataukah ia mampu membatinkannya menjadi
miliknya[1].
Keteladanan
dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah metode paling ampuh dan efektif
dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spiritual dan sosial.
Sebab, seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, yang
tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru, disadari atau tidak; bahkan semua
keteladanan itu akan melekat pada diri dan perasaannya, baik dalam bentuk
ucapan, perbuatan, hal bersifat material inderawi, maupun spiritual[2].
Anak lahir
dalam keadaan belum memiliki pengetahuan apapun tentang hidup, sehingga anak
akan selalu membutuhkan bimbingan orang tua, anak akan bertutur kata dan
berperilaku baik dengan bimbingan orang tua. Menurut Syaikh Akram Mishbah
Utsman ”Seorang anak membutuhkan keteladanan, ia akan mencontoh dari kedua
orang tua atau guru, karena dia memang memiliki kecenderungan untuk mencontoh
dan mengikuti. Apabila dia menyenangi seseorang, dia pun mengikuti dan berjalan
sesuai dengan gayanya dan berupaya untuk dapat menirunya”[3].
Orang tua
memiliki kewajiban dan tanggung jawab akan masa depan anak, oleh karena itu
orang tua harus membimbing dan mengajarkan anak dengan memberikan contoh yang
baik. Orang tua yang ingin mempersiapkan anak-anak untuk kehidupan yang akan
datang harus mengajarkan kepada mereka bagaimana mengembangkan sikap yang
menarik (a winning attitude) sebagai cara hidup. Sikap-sikap positif menuntun
pada tingkah laku dan perbuatan yang baik[4].
Jadi,
keteladanan dapat dikatakan proses internalisasi karena terdapat proses yang
berkesinambungan (continue) dan pemberian contoh secara langsung dengan prilaku
maupun ucapan dalam pelaksanaannya. Untuk tercapainya proses internalisasi
keteladanan memerlukan waktu dan tenaga yang cukup ekstra, karena apa yang
kita/orang tua lakukan setiap hari
merupakan cermin bagi anak, dan hal tersebut sering terulang-ulang, sehingga
orang tua harus berhati-hati dalam bertutur kata dan bersikap, oleh karena
itulah proses internalisasi keteladanan memerlukan waktu dan tenaga yang cukup
ekstra.
Dasar kepribadian seseorang terbentuk dari masa kanak-kanak. Proses
perkembangan kepribadian yang terjadi pada diri seorang anak tidak hanya
berasal dari faktor hereditas, melainkan juga berasal dari lingkungan tempat
anak hidup dan berkembang menjadi manusia dewasa. Dari faktor-faktor itulah
kepribadian seseorang terbentuk, baik secara sedikit demi sedikit maupun
drastis.
Dalam bahasa Indonesia kata “kepribadian” berasal dari kata “pribadi” yang
berarti ,manusia sebagai perseorangan (diri manusia atau diri sendiri).
Kemudian kata “pribadi” mendapat imbuhan ke-an sehingga menjadi kata
“kepribadian”. Dalam Kamus Besar Indonesia kata “kepribadian” mengandung arti
sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau bangsa yang membedakannya
dari orang atau bangsa lain[5].
W.J.S. Poerwadarminta dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia mengartikan kata “kepribadian” adalah keadaan manusia sebagai
perseorangan; keseluruhan sifat-sifat yang merupakan watak orang (bisa juga
bergeser berarti: orang yang baik sifat dan wataknya)[6].
Dalam terminologi psikologi kepribadian, secara etimologi kata “kepribadian
dipadankan dengan kata yang berasal dari bahasa Inggris yakni “personality”
yang diambil dari bahasa latin “persona” yang berarti kedok atau topeng.
Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung yang maksudnya
untuk menggambarkan perilaku, watak atau perilaku seseorang. Hal itu dilakukan
oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas yang dimiliki seseorang, baik dalam
arti kepribadian yang buruk maupun yang baik.
The term ”personality” comes from the latin word persona,
meaning ”mask” Among The ancient Greeks, the actors wore masks to hide their
identity and to enable them to represent the characters they were depicting in
the play. This dramatic technique was later adopted by the Romans, and from
them we get our modern term personality.
To the Romans persona meant ”as one to others” not as one
actually is. The actor was creating, in the minds of the audience, an
impression of the character he was depiciting on the stage, not an impression
of what he himself was. From this connotation of the word persona, our popular
idea of personality as the effect one has on others has been derived. What a
person is, how he thinks and feels, and what is included in his whole
psychological make-up are, to a great axtent, revealed through his behavior.
Personality, then, is not one definite, specific attribute; rather, it is, as
Woodworth and Marquis claimed, the ”quality of the individual’s total behavior”[7].
Pengertian di atas adalah Hurlock merinci
lagi etimologi “personality”. Menurutnya, pada bangsa Yunani Kuno aktor
memakai topeng untuk menyembunyikan identitas mereka dan untuk memungkinkan
mereka memerankan tokoh dalam drama. Teknik dramatik ini kemudian di ambil alih
bangsa Roma, “persona” berarti seseoarng tampak pada orang lain, bukan
diri sebenarnya. Aktor menciptakan dalam pikiran penonton suatu impresi dari
tokoh yang diperankan di atas pentas, bukan impresi dari diri aktor itu
sendiri. Dari konotasi kata “persona” inilah gagasan umum mengenai
kepribadian sebagai kesan yang diberikan seseorang pada orang lain diperoleh.
Apa yang dipikirkan, dirasakan, dan siapa dia sesungguhnya termasuk ke dalam
keseluruhan “make-up” psikologis seseorang dan sbagian besar
terungkapkan melalui perilaku. Karena itu kepribadian bukanlah atribut yang
pasti dan spesifik, melainkan merupakan kualitas perilaku total seseorang.
Agus Sujanto dkk., mengutip pendapat M.
Prince mejelaskan kepribadian adalah di samping disposisi yang dibawa sejak
lahir, berperan pula disposisi-disposisi psikis lainnya yang diperoleh dari
pengalaman. Sedangkan May mendefinisikan bahwa kepribadian merupakan perangsang
bagi orang lain. Jadi bagaimana cara orang lain itu bereaksi terhadap kita,
itulah kepribadian kita[8].
Allport has defined personality as the dynamic
organization whitin the individual of those psychophysical systems that
determine his unique adjustments to his environment. The ”psychophysical
systems” are the habits, attitudes, values, beliefs, emotional states,
sentiments, and motives Which are psychological in nature but which have a
physical basis in the child’s neural, glandular, and general bodily states.
These systems are not the product of heredity, though they are based on
hereditary foundations; they have been developed through learning as a result
of the child’s various experience[9].
Dari pengertian di atas Kepribadian menurut Allport adalah suatu
organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik indvidu yang menentukan tingkah
laku dan pemikiran indvidu secara khas. Terjadinya Interaksi psiko-fisik
mengarahkan tingkah laku manusia. Maksud dinamis pada pengertian tersebut
adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau
melalui pengalaman-pengalaman, reward, punishment, pendidikan
dsb.
Kepribadian adalah semua
corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan
digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan
baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan
kesatuan fungsional yang khas pada seseorang[10].
Kepribadian adalah ciri,
karakteristik, gaya atau sifat-sifat yang memang khas dikaitkan dengan diri
kita. Dapat dikatakan bahwa kepribadian itu bersumber dari bentukan-bentukan
yang kita terima dari lingkungan, misalnya bentukan dari keluarga pada masa kecil kita dan juga
bawaan-bawaan yang dibawa sejak lahir. Jadi yang disebut kepribadian itu
sebetulnya adalah campuran dari hal-hal yang bersifat psikologis, kejiwaan dan
juga yang bersifat fisik[11].
Personality is : the complex of all the
attributes-behavioral, temperamental, emotional and mental--that characterize a
unique individual; "their different reactions reflectedtheir very
different personalities"; "it is his nature to help others[12].
Pengertian di atas merujuk
pada ciri-ciri perilaku yang kompleks terdiri dari temperamen (reaksi emosi
yang cenderung menetap dalam merespon situasi atau stimulus lingkungan secara
spontan), emosi yang bersipat unik dari individu. Reaksi yang berbeda dari masing-masing
individu menunjukan perbedaan kepribadian.
Pada waktu lahir kedunia ini seorang anak belum memiliki kepribadian, ia
hanya memiliki potensi atau fitrah untuk berkembang menjadi manusia. Srartain
memberikan definisi kepribadian sebagai berikut : “Kepribadian ialah suatu
organisasi atau susunan dari pada sifat-sifat dan aspek-aspek tingkah laku
lainnya yang saling berhubungan di dalam suatu individu”. kepribadian, menurut
pengertian sehari-hari atau masyarakat awam, menunjuk pada gambaran bagaimana
individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-individu yang lainnya[13].
Dalam bukunya, Jalaluddin dan Ramayulis berpendapat bahwa ada beberapa
istilah yang dikenal dalam kepribadian yaitu : Mentality, Personality,
Indivuduality, dan identity. dari beberapa istilah yang dikenal dalam
kepribadian tersebut para ahli mengemukakan definisinya debagai berikut :
1.
Woodworth : Kepribadian adalah kualitas dari seluruh timgkah laku.
2. Mark A. May :
Kepribadian adalah nilai perangsang sosial seseorang.
3.
Hartman : Kepribadian
adalah susunan yang terintegrasikan dari cirri-ciri umum seseorangindividu
sebagaimana yang dinyatakan dalam corak khas yang tegas yang diperlihatkannya
kepada orang lain.[14]
Dalam Islam, kepribadian disebut dengan Akhlak, yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Setiap manusia tidak lepas dari akhlak, karena ia
merupakan bagian dari padanya. Demikian itu, dijelaskan oleh Ibnu
Maskawaih yaitu:
حال للنفس
داعية
لها
الى
افعالها من غير فكر وروية
“Akhlak adalah
sikap yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.[15]
Al-Ghazali
memberikan definisi akhlak sebagai berikut:
عبارة
عن هيئة في النفس راسخة
عنها تصدر الأفعال بسهولة ويسر
من غير حاجة الى فكر وروية فان
كانت الهيئة بحيث
تصدر عنها الأفعال لجميلة المحمودة عقلا و شرعا سميت تلك الهيئة خلقا
حسنا وان كان الصادر عنها
الأفعال القبيحة سميت
الهيئة التي هي المصدر خلقا
سيئا
”Akhlak adalah suatu sikap
(bay’ah) yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan
mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu
yang lahir darinya perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan
syara’, maka ia disebut akhlak yang baik, dan jika yang lahir darinya perbuatan
tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk”[16].
Dari beberapa pendapat di atas, dapat
diartikan bahwa akhlak atau Kepribadian dapat dilihat dari sikap atau perilaku
seseorang secara keseluruhan arti keseluruhan itu adalah semua sikap dan
perilaku yang sering dilakukan setiap hari, sebagaimana Marimba menyatakan
bahwa kepribadian meliputi kwaliteit keseluruhan diri seseorang. Kwaliteit itu
akan tampak dalam cara-caranya berbuat, cara-caranya berpikir, cara-caranya
mengeluarkan pendapat, sikapnya, minatnya, filsafat hidupnya serta
kepercayaannya.
Lebih
lanjut Marimba menjelaskan, pada garis besarnya aspek-aspek kepribadian itu
dapat digolongkan dalam tiga hal:
I.
Aspek-aspek
kejasmaniahan; meliputi tingkah laku luar yang mudah nampak dan ketahuan dari
luar, misalnya: cara-caranya berbuat, cara-caranya berbicara, dsb.
II.
Aspek-aspek
kejiwaan; meliputi aspek-aspek yang tidak segera dapat dilihat dan ketahuan
dari luar, misalnya: cara-caranya berpikir, sikap dan minat.
III. Aspek-aspek kerohanian yang luhur;
meliputi aspek-aspek kejiwaan yang lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan
kepercayaan. Ini meliputi sistem nilai-nilai yang telah meresap di dalam
kepribadian itu, yang telah menjadi bagian dan mendarah daging dalam
kepribadian yang mengarahkan dan memberi corak seluruh kehidupan individu itu.
Bagi orang-orang yang beragama, aspek-asoek inilah yang menuntun ke arah
kebahagiaan, bukan saja didunia tetapi juga di akhirat. Aspek-asoek
inilah yang memberi kwalitet kepribadian keseluruhannya.[17]
Dari batasan-batasan kepribadian yang dikemukakan para
ahli tersebut, maka penulis mencirikan bahwa kepribadian merupakan merupakan
suatu kebulatan yang bersifat kompleks yang disebabkan oleh faktor luar dan
faktor dalam yang ikut menentukan kepribadian. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kepribadian adalah wujud dinamis keseluruhan aspek psikofisik
yang unik dari seseorang yang tampak dalam tingkah lakunya.
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
crossorigin="anonymous"></script>
[1] Ahmad Haes. Surat Muzzammil : Kiat
Internalisasi Nilai Al-Quran (http//www.wordpress.com), 15.30,
11-03-2009.
[2] Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut
Islam Kaidah-Kaidah Dasar, (PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1992), Cet. I,
h. 1.
[3] Syaikh Akram Mishbah Utsman, 25 Cara Mencetak Anak
Tangguh, (Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2005), Cet. I, h. 9.
[5] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Edisi Ketiga; Jakarta: Balai Pustaka 2002) Cet. II,
h. 895.
[6] W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985) Cet. VIII, h. 768.
[7] Elizabeth B. Hurlock, Child
development, (Copyright : 1956, 1964, 1972, by McGraw-Hill. Inc), h. 462.
[8] Agus Sujanto dkk., Psikologi
Kepribadian, (Jakarta: Bumi Aksara 1997), Cet ke-10, hal. 11
[9] Elizabeth B. Hurlock, Child
development, (Copyright : 1956, 1964, 1972, by McGraw-Hill. Inc), h. 462
[10] Iyus Yosep, SKp., MSi, Pengertian
Kepribadian, (http//www.akademik.unsri.ac.id) 13.30, 17-11-2009.
[13] Muhammad Baitul Alim, Pengertian
Kepribadian Menurut Awam dan Psikologi, (http//www.Psikologizone.com) 13.30, 17-11-2009.
[14] Jalaluddin dan Ramayulis, PengantarIlmu Jiwa
Agama, (Jakarta : Kalam Mulia, 1998) Cet. IV, h. 87-88.
[17] Ahmad D. marimba, Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma’arif 1986) Cet. VI, h. 67.
0 komentar:
Posting Komentar