Sabtu, 24 Februari 2018

DASAR DAN PRINSIP PEMBERIAN HUKUMAN (TA‘ZIR)

     Dasar Pemberian Hukuman (ta‘zir)
Dalam Al-Qur’an dijelaskan tentang pemberian hukuman (ta‘zir), diantaranya adalah Q.S. Al Mu’minun: 64, yaitu:
#Ó¨Lym !#sŒÎ) $tRõs{r& NÍkŽÏùuŽøIãB É>#xyèø9$$Î/ #sŒÎ) öNèd šcrãt«øgs ÇÏÍÈ
Artinya: “Hingga apabila kami timpakan azab, kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta merta mereka memekik minta tolong” (Q.S. Al Mu’minun: 64)
Menurut Ibnu Katsir, dalam Al-Qur’an Allah berfirman bahwa Allah memberikan hukuman dan azab kepada bangsa-bangsa yang menentang agar mereka sadar atau mendapatkan balasan dari perbuatan-perbuatan mereka. Jika suatu masyarakat melakukan bentuk perbuatan yang tidak diridlain Allah, merekapun akan dikenai hukuman Allah dengan sebab tersebut, atau Allah mungkin sedang menguji mereka dengan kesusahan di dunia. Dengan memikirkan segala kemungkinan tersebut, seseorang akan takut kalau-kalau  hal serupa juga akan menimpanya dan memohon ampunan Allah atassegala perbuatannya.[1]
Demikian pula terhadap mendidik anak apabila melakukan pelanggaran baik menyangkut norma agama maupun masyarakat. Usaha pertama yang dilakukan adalah dengan lemah lembut dan menyentuh perasaan anak didik. Jika dengan usaha itu belum berhasil maka pendidik bisa menggunakan hukuman pengabaian dengan mengabaikan atau mengacuhkan anak didik. Jika hukuman psikologis itu tidak belum juga berhasil maka pendidik bisa menggunakan pukulan.[2]
   Prinsip Pemberian Hukuman (ta‘zir)
Pemberian hukuman pada anak dalam pendidikan tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang menurut kehendak seseorang. Berikut adalah beberapa prinsip dalam pemberian hukuman:
a)      Prinsip psikologis
Prinsip psikologis adalah hal yang utama harus dilakukan oleh setiap           pendidik dalam menjalankan tugas kependidikannya. Prinsip psikologis ini sangat penting ketika seorang pendidik hendak memberikan hukuman terhadap anak didiknya yang melakukan pelanggaran terhadap aturan-aturan tertentu. Karena sesungguhnya setiap anak didik itu merupakan masalah yang berdiri sendiri, harus dinilai secara khusus pula, maka mungkin suatu hukum cocok buat seorang anak, tetapi tidak cocok pula buat anak yang lainnya.
b)      Prinsip Keadilan
Keadilan dalam terminology Islam adalah lawan dari dzalim, tidak hanya dalam pengertian negatifnya, yaitu menafikan kedzaliman dan kesewenangan, melainkan juga dalam pengertian positifnya yang tercermin dalam kedaulatan sikap moderat Islam yang universal, yaitu sikap yang tidak memihak pada satu phak tertentu dan tidak pula memisahkan dirinya. Secara spesifik, yang dimaksud dengan prinsip keadilan dalam pemberian hukuman terhadap anak adalah prinsip untuk menyesuaikan antara bentuk pelanggaran serta siapa yang melakukannya. Artinya hukuman yang diberikan kepada anak didik harus disesuaikan dengan macam dan besar kecilnya, serta siapa yang melakukan pelanggaran. Jika ada dua anak yang melakukan pelanggaran yang sama, tidaklah serta merta diberikan hukuman yang sama. Sebab bila jenis kelamin, usia, ataupun, motifasi terhadap pelanggaran tersebut berbeda, maka kemungkinan hukuman yang diberikan juga berbeda.[3]
c)      Prinsip Kasih Sayang
Pemberian hukuman dalam konsep pendidikan bukanlah bertujuan untuk menyakiti, menyiksa ataupun saran bagi guru untuk menumpahkan kekesalannya kepada anak didik. Pemberian hukuman dalam perspektif pendidikan Islam haruslah sarat dengan kasih sayang.[4] Oleh karena itu pemberian hukuman harus tetap dalam jaminan cinta kasih. Sebab pemberian hukuman kepada anak didik adalah demi kebaikan, demi kepentingan anak, dan demi masa depan anak itu sendiri. Maka dari itu, setelah hukuman dilaksanakan, janganlah hubungan cinta kasih saying menjadi putus antara pendidik dengan anak didik.
d)     Prinsip Berorientasi Kepada Tujuan
Prinsip berorientasi kepada tujuan adalah bahwa hukuman dalam pemberiannya harus selalu memperhatikan tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Hukuman tidak boleh diberikan dengan tidak mempedulikan tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini kita harus ingat bahwa hukuman itu hanya merupakan alat, bukan tujuan. Oleh karena itu hukuman tidak boleh dilaksanakan demi hukum itu sendiri Pemberian hukuman dalam pendidikan Islam mempunyai tujuan atau maksud yang jelas yaitu sebagai tuntunan dan perbaikan, bukan sebagai hardikan atau balas dendam.[5] Tujuan itulah yang harus diperhatikan ketika anak didik akan dihulum, juga jangan sekali-kali hukuman itu dilaksanakan hanya sekedar menyakiti anak didik sematamata. Oleh karena yang demikian itu bertolak belakang dengan prinsip yang berorientasi kepada tujuan
e)      Prinsip Keharusan atau Keterpaksaan
Dalam konsep pendidikan Islam, pemberian hukuman tidaklah berada dalam hirarki awal yang harus dilaksanakan pendidik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Masih banyak alat-alat pendidikan yang lain yang bisa ditempuh oleh pendidik dalam mencapai tujuan pendidikan tersebut.[6]
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
     crossorigin="anonymous"></script>


                [1] Mubarakfury Shafiturrahman, Al-Misbah Al-Munir fi Tahzib Tafsir Ibnu Kasir (Riyadh: Darussalam, 1999), hlm 125.
                [2] Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, terj. M. Arifin dan Zainuddin (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), hlm 228.
                [3] Amier Daien Indrakusumah, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya :usaha nasional, t.th.) hlm 157.
                [4] Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bulan Bandung, 1979) cet. Ke-1, hlm 140.
                [5] Mohammad Atiyah Al-Abrasy, Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1970), cet ke-1, hlm 160.
                [6] Mohammad Atiyah Al-Abrasy, Dasar Pokok… h. 162.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © MAHSUN DOT NET