Selasa, 13 Juni 2017

Permasalahan Anak Terlantar

Permasalahan  Anak Terlantar
     Dalam Undang Undang tentang perlindungan anak BAB I pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18  (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.[1] Sedangkan pengertian anak terlantar dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia anak terlantar berarti anak yang tidak terpelihara.[2] Dalam UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pada BAB I Pasal 1 ayat 6 disebutkan bahwa anak terlantar adalah anak yang karena suatu  sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara  rohani, jasmani, maupun sosial.[3] Pengertian tersebut memfokuskan permasalahan ketelantaran anak karena ketidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak dan belum jelas tentang siapa yang menjadi pemenuh kebutuhan anaktersebut.
     Istilah anak terlantar digunakan untuk mengacu pada anak-anak yang orang tuanya dengan alasan tertentu tidak mampu memenuhi kebutuhan anak mereka, akibatnya anak tersebut menjadi terlantar.[4] Istilah tersebut diartikan anak dengan orang tua yang tidak bisa memenuhi kebutuhan anak.
     Menurut Bagong Suyaanto, anak terlantar adalah yang karena suatu sebapb tidak mendapatkan hak-hak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar, untuk mendapatkan pendidikan yang layak, untuk memperoleh kesehatan  yang memadai  hak-haknya  tidak  terpenuhi  karena kelalainan, ketidak mengertian orang tua, ketidak kemampuan atau merupakan suatu kesengajaan.[5] Pengertian tersebut menunjukan bahwa anak terlantar tidak terpenuhi haknya disebabkan orang tua.
     Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa sebenarnya anak terlantar ialah seseorang yang berusia dibawah usia 18 tahun yang terabaikan segala hak dan kebutuhannya karena adanya hambatan dari orang tua karena keadaan maupun kesengajaan.
     Anak terlantar sebagaimana pada umumnya anak mereka memerlukan kebutuhan dasar sebagai mana haknya karena hal tersebut sangat berkaitan dengan tumbuh kembang anak. Anak akan mampu tumbuh dan berkembang secara wajar apabila terpenuhi kebutuhannya. Pendapat  Oswal Kroh dalam Kartini Kartono mengungkapkan kebutuhan dasar yang meliputi:
a.       Kebutuhan fisik, biologis, sebagai tuntutan yang harus dipenuhi yang menghambat pertumbuhanfisiknya.
b.      Kebutuhan mental psikis, yaitu menjamin kesehatan jasmani dan rohani anak yang berkaitan dengan eksistensinya sebagai mahluk mentalpsikis.
c.       Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan eksistensi manusia sebagai mahluk yang tidak dapat hidup tanpa mahluklain.[6]
     Berkaitan dengan pemenuhan hak-hak tersebut, Undang-undang kesejahteraan anak tahun 1979 bdengan jelas mengatakan bahwa tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan fisik, psikologis dan sosial tersebut merupakan tanggung jawab utama orang tua.[7] Namun pada kasus anak terlantar, hak-hak tersebut tidak terpenuhi akibat kelalaian oleh orang tua.
     Anak-anak sebagai penerus cita-cita bangsa dimasa yang akan  datang, maka perlu mempersiapkan hal dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk terpenuhi segala haknya. Pada kasus anak terlantar, maka diperlukan bantuan akan pelayanan pemenuhan hak tersebut. Pada Pasal 34 ayat 1 dan 2 Undang-undang dasar Republik Indonesia bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Hal tersebut menunjukan bahwa negara berkewajiban membantu anak telantar untuk terpenuhi segala hak-haknya tersebut.Keterbatasan pelayanan pemerintah dengan jumlah anak terlantar yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi kendala dalam pemenuhan hak anaktersebut.
     Undang-undang nomor 11 tahun 2009 ditegaskan bahwa usaha terhadap anak-anak terlantar tersebut bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tapi juga masyarakat memiliki kesempatan seluas-luasnya untuk berpartisipasi.[8] Salah satu upaya partisipasi masyarakat dalam hal tersebut dengan adanya panti asuhan yang dikelola swasta guna membantu anak terlantar dalam memenuhi haknya karena panti asuhan merupakan lembaga kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh pemerintah atau masyarakat yang bertanggung jawab memberikan pelayanan penganti dalam pemenuhan kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuhnya, sehingga mereka memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadian sesuai dengan harapan.
            Penyelesaian kasus anak terlantar tersebut memang harus diupayakan agar jumlah anak terlantar semakin berkurang demi kebaikan para penerus generasi bangsa

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
     crossorigin="anonymous"></script>

       [1] Anggota IKAPI,  Undang-undang Perlindungan Anak, (Bandung: Fokus Media:2013) h.3
       [2] Purwardarminta,W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakara.PT.Balai Pustaka. 2011) Edisi III h.1232
       [3] Anggota IKAPI, op.cit,  h.4
       [4] Save The Children, DEPSOS RI dan UNICEF, Seseorang Yang Berguna: Kualitas Pengasuhan Panti Asuhan Anak di Indonesia, (PT.Panji Grafika Jaya: 2007) h.27
       [5] Bagong suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta:Kencana, 2010) h. 200
       [6] Andayani Listyawati, Penanganana Anak Terlantar Melalui Panti Asuhan Milik Perseorangan. (Yogyakarta.2008.B2P3KS PRESS) h.12-13
       [7] Save The Children, DEPSOS RI dan UNICEF, Seseorang Yang Berguna….. h.28
       [8] Eni Hardiati, Evaluasi Model Pelayanan Sosial Anak Terlantar di dalam Panti, (Yogyakarta: B2P3KS.2010) h.22-23

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © MAHSUN DOT NET