Kepribadian
Rasulullah SAW.
Satu-satunya Rasul Allah yang diutus
untuk semua ras dan golongan adalah Nabi Muhammad SAW. Karena itu ajarannya
sangat universal, tidak hanya tentang ibadah dan keakhiratan, namun juga urusan-urusan
duniawi yang mencakup semua sisi kehidupan manusia, mulai dari masalah makan
hingga urusan kenegaraan. Namun demikian, masih banyak orang yang buta terhadap
pribadi dan kehidupan beliau. Akibatnya, mereka terhalang untuk melihat dan
merasakan kebenaran yang dibawanya. Kepribadin Rasulullah SAW. dijelaskan dalam
Al-qur’an surat Al-Ahzab ayat 21:
Sungguh, telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi siapa yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari Kiamat dan banyak mengingat Allah (QS Al-Ahzab
(33): 21).[1]
Rasulullah SAW. memiliki
kepribadian yang terpuji. Hal itu tampak sejak masih kanak-kanak sampai dewasa
sebelum diangkat sebagai Rasul Allah SWT. Semasa kecil beliau terpelihara dari
hal-hal yang tercela. Beliau mendapatkan kemampuan berbahasa Arab yang baik.
Beliau memiliki sifat sidik, amanah, fathonah, sifat-sifat yang telah
dimilikinya sebelum diutus menjadi Rasul. Maka layaklah bila kemudian
masyarakat memberi gelar kepada beliau “Al-Amin” karena kejujuran
dan kemuliaan akhlaknya. Beliau juga selalu berkata dengan halus dan bersikap
lemah lembut, serta orang yang rajin dan suka bekerja keras. Beliaupun sering
berdo’a memohon kepada Allah SWT. agar senantiasa diberikan petunjuk dan
terpelihara akhlaknya dari perbuatan tercela
Al-Hasan bin Ali K.W.
menceritakan bahwa: Husein (saudaranya) berkata: “Aku bertanya kepada ayahku
(Ali bin Abi Thalib) tentang perilaku Nabi SAW. pada shahabat-shahabatnya”.
Ayahku berkata: Rasulullah SAW. adalah orang yang bermuka manis, lembut budi
pekertinya, tawadhu’ tidak bengis, tiada kasar, tiada bersuara keras, tiada
berlaku keji, tidak suka mencela dan juga tiada kikir. Beliau membiarkan (tidak
mencela) apa yang tidak disenanginya. Beliau tidak menjadikan orang yang
mengharapkan (pertolongannya) menjadi putus asa, tiada pula menolak untuk itu.
Beliau tinggalkan dirinya dari tiga perkara, yaitu: dari perbantahan,
menyobongkan diri dan dari sesuatu yang tidak selayaknya.
Beliau tinggalkan orang
lain dari tiga perkara, yaitu; beliau tidak mencela seseorang, beliau tidak
membuat malu orang dan beliau tidak mencari keaiban orang. Beliau tidak bicara
melainkan pada sesuatu yang diharapkan ada baiknya. Beliau berbicara semua
orang dimajlisnya tertunduk, seolah-olah kepala mereka dihinggapi burung.[2]<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
crossorigin="anonymous"></script>
0 komentar:
Posting Komentar