1. Akhlakul Karimah
a. Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dan bahasa Arab,
bentuk jamak dari kata tersebut adalah khu1uqun yang menurut
bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut
mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti
kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta, demikian pula dengan kata makhluqun
yang berati yang di ciptakan.[1]
Akhlak, secara
etimologi akhlak itu berarti perangai, adat,
tabiat, atau sistem perilaku yang dibuat. Karenanya
akhlak secara kebahasan bisa baik atau buruk tergantung kepada tata nilai yang
dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di Indonesia kata
akhlak sudah mengandung konotasi baik, jadi orang yang berakhlak berarti orang
yang berprilaku baik.[2]
Untuk lebih
mengetahui lebih luas pengertian akhlak, penulis akan kemukakan pengertian
akhlak menurut beberapa ahli:
a.
Ibnu Athir,
hakikat makna khuluq itu, ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa
dan sifatnya-sifatnya), sedang khalqu merupakan gambaran bentuk luarnya (raut
muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya.
b.
Ibnu Maskawaih,
akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu
c.
Iman
A1-Ghazali, akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak meimerlukan pertimbangan
pikiran (lebih dahulu)
d. Ahmad Amin,
akhlak Adatul-Iradah, atau kehendak yang dibiasakan, ialah kehendak yang
dibiasakan, artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan
itu dinamakan akhlak. Arti kata kehendak dan arti kata kebiasaan dalam definisi
Ahmad Amin ialah ketentuan dan beberapa keinginan manusia setelah bimbang,
sedang kebiasaan ialah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah
melakukannya. Masing-masing dan kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan,
dan gabungan kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar, dan kekuatan
yang besar inilah dinamakan akhlak.
e.
Farid Ma’ruf,
akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah
karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangán pikiran terlebih dahulu
f.
M.
Abdullah Dirroz, Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap,
kekuatan dan kehendak mana berkombinasi meinbawa kecenderungan pada pemilihan
pihak yang benar (dalain hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam.
hal akhlak yang jahat). Selanjutnya menurut Abdullab Dirroz,
perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai manifestasi akhlaknya,
apabila dipenuhi dua syarat, yaitu: perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang
kali dalam bentuk yang sarna, sehingga menjadi kebiasaan dan
perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan
karena adanya tekanan-tekanan yang datang dan luar seperti paksaan dan orang
lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang
indah-indah dan lain sebagainya.[3]
Istilah lain
yang lazim dipergunakan di samping kata akhlak ialah etika. Perkataan itu berasal dan bahasa
Yunani Ethos yang berarti adat kebiasaan. Dalam filsafat, etika
merupakan bagian dari padanya. Para ahli memberikan pendapat berbeda-beda
tentang etika antara lain:
a.
Etika ialah ilmu tentang tingkah
laku manusia prinsip-prinsip
yang diistilahkan tentang tindakan moral yang betul
b.
Bagian filsafat yang
memperkembangkan teori tentang tindakan, alasan-alasannya dan tujuan yang diarahkan kepada makna
tindakan.
c.
Ilmu tentang filsafat moral, tidak
mengenai fakta tetapi tentang nilai-nilai, tidak mengenai sifat tindakan manusia, tetapi tentang
idenya. Karena itu, etika bukan ilmu yang positif tetapi ilmu yang formatif
Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, maka pengertian
etika ialah ilmu yang menyelidiki, mana yang baik dan mana yang buruk. dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran.
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
crossorigin="anonymous"></script>
[2] Abu Ahmadi,
Noor Salim, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), Cet. Ke-4, 198.
0 komentar:
Posting Komentar