Rabu, 31 Agustus 2016

SUMBER, SYARAT DAN RUKUN KEWARISAN ISLAM


SUMBER, SYARAT DAN RUKUN KEWARISAN ISLAM
  1. Sumber Kewarisan Islam
Dalam Ilmu Mawaris terdapat banyak dalil yang menerangkan ketentun-ketentuan tentang kewarisan, baik dari al-Qur’an maupun hadis Nabi Muhammad saw. Selengkapnya sebagai berikut :
a.       Al- Qur’an
Di dalam al-Qur’an setidaknya ada enam ayat yang memuat tentang hukum waris. Semua ayat tersebut terdapat dalam surat al-Nisâ, yaitu ayat 7, 11, 12, 13, 14 dan 176.
1)      Q.S al-Nisâ ayat 7
ÉA%y`Ìh=Ïj9 Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# tbqç/tø%F{$#ur Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# šcqç/tø%F{$#ur $£JÏB ¨@s% çm÷ZÏB ÷rr& uŽèYx. 4 $Y7ŠÅÁtR $ZÊrãøÿ¨B ( النساء: ٧ ) 
”Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”.[1]

2)      Q.S al-Nisâ ayat 11
ÞOä3ŠÏ¹qムª!$# þÎû öNà2Ï»s9÷rr& ( ̍x.©%#Ï9 ã@÷VÏB Åeáym Èû÷üusVRW{$# 4 bÎ*sù £`ä. [ä!$|¡ÎS s-öqsù Èû÷ütGt^øO$# £`ßgn=sù $sVè=èO $tB x8ts? ( bÎ)ur ôMtR%x. ZoyÏmºur $ygn=sù ß#óÁÏiZ9$# 4 Ïm÷ƒuqt/L{ur Èe@ä3Ï9 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB â¨ß¡9$# $£JÏB x8ts? bÎ) tb%x. ¼çms9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù óO©9 `ä3tƒ ¼ã&©! Ó$s!ur ÿ¼çmrOÍurur çn#uqt/r& ÏmÏiBT|sù ß]è=W9$# 4 bÎ*sù tb%x. ÿ¼ã&s! ×ouq÷zÎ) ÏmÏiBT|sù â¨ß¡9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur ÓÅ»qム!$pkÍ5 ÷rr& AûøïyŠ 3 öNä.ät!$t/#uä öNä.ät!$oYö/r&ur Ÿw tbrâôs? öNßgƒr& Ü>tø%r& ö/ä3s9 $YèøÿtR 4 ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã $VJŠÅ3ym  ( النساء:١١) .[2]
”Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

3)      Q.S al-Nisâ ayat 12
öNà6s9ur ß#óÁÏR $tB x8ts? öNà6ã_ºurør& bÎ) óO©9 `ä3tƒ £`ßg©9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù tb$Ÿ2  Æßgs9 Ó$s!ur ãNà6n=sù ßìç/9$# $£JÏB z`ò2ts? 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur šúüϹqム!$ygÎ/ ÷rr& &úøïyŠ 4  Æßgs9ur ßìç/9$# $£JÏB óOçFø.ts? bÎ) öN©9 `à6tƒ öNä3©9 Ós9ur 4 bÎ*sù tb$Ÿ2 öNà6s9 Ó$s!ur £`ßgn=sù ß`ßJV9$# $£JÏB Läêò2ts? 4 .`ÏiB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur šcqß¹qè? !$ygÎ/ ÷rr& &ûøïyŠ 3 bÎ)ur šc%x. ×@ã_u ß^uqム»'s#»n=Ÿ2 Írr& ×or&tøB$# ÿ¼ã&s!ur îˆr& ÷rr& ×M÷zé& Èe@ä3Î=sù 7Ïnºur $yJßg÷YÏiB â¨ß¡9$# 4 bÎ*sù (#þqçR%Ÿ2 uŽsYò2r& `ÏB y7Ï9ºsŒ ôMßgsù âä!%Ÿ2uŽà° Îû Ï]è=W9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur 4Ó|»qム!$pkÍ5 ÷rr& AûøïyŠ uŽöxî 9h!$ŸÒãB 4 Zp§Ï¹ur z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOŠÎ=ym 
( النساء:١٢ ) [3]
”Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.”





4)      Q.S al-Nisâ ayat 13
šù=Ï? ߊrßãm «!$# 4 ÆtBur ÆìÏÜム©!$# ¼ã&s!qßuur ã&ù#Åzôム;M»¨Zy_ ̍ôfs? `ÏB $ygÏFóss? ㍻yg÷RF{$# šúïÏ$Î#»yz $ygŠÏù 4 šÏ9ºsŒur ãöqxÿø9$# ÞOŠÏàyèø9$#   ( النساء:١٣) [4]
”(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar.”

5)      Q.S al-Nisâ ayat 14
ÆtBur ÄÈ÷ètƒ ©!$# ¼ã&s!qßuur £yètGtƒur ¼çnyŠrßãn ã&ù#Åzôム#·$tR #V$Î#»yz $ygÏù ¼ã&s!ur ÑU#xtã ÑúüÎgB  ( النساء:١٤) [5]
”Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan”.


6)      Q.S al-Nisâ ayat 176
y7tRqçFøÿtGó¡o È@è% ª!$# öNà6ÏFøÿムÎû Ï's#»n=s3ø9$# 4 ÈbÎ) (#îtâöD$# y7n=yd }§øŠs9 ¼çms9 Ó$s!ur ÿ¼ã&s!ur ×M÷zé& $ygn=sù ß#óÁÏR $tB x8ts? 4 uqèdur !$ygèO̍tƒ bÎ) öN©9 `ä3tƒ $ol°; Ó$s!ur 4 bÎ*sù $tFtR%x. Èû÷ütFuZøO$# $yJßgn=sù Èb$sVè=V9$# $®ÿÊE x8ts? 4 bÎ)ur (#þqçR%x. Zouq÷zÎ) Zw%y`Íh [ä!$|¡ÎSur ̍x.©%#Î=sù ã@÷WÏB Åeáym Èû÷üus[RW{$# 3 ßûÎiüt6ムª!$# öNà6s9 br& (#q=ÅÒs? 3 ª!$#ur Èe@ä3Î/ >äóÓx« 7OŠÎ=tæ   ( النساء:١٧٦) [6]
”Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

b.      Hadits
Sedangkan hadist yang berkaitan dengan fara'idh atau hukum waris diantaranya adalah hadist yang telah disampaikan di pendahuluan, yaitu:
 عَنِ ابْنِِ عَبَّاس رَضِىَ الله عَنْهُ عَنِ النَّبِى صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ : اَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِاَهْلِهَا فَمَا تَرَكَتِ الْفَرَائِضُ فَلِأَوْلَى ذَكَرٍ ) رواه البخارى(  [7]
Dari Ibn Abbas ra dari Nabi saw bersabda : berikanlah bagian-bagian yang telah ditentukan itu kepada pemiliknya yang berhak menurut nash, dan apa yang tersisa maka berikanlah pada Ashabah laki-laki yang terdekat kepada si mayit.”

  1. Rukun dan Syarat Kewarisan Islam
a.      Rukun Kewarisan Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rukun secara bahasa adalah asas, dasar, sendi[8]
Menurut istilah, rukun adalah keberadaan sesuatu yang menjadi bagian atas keberadaan sesuatu yang lain. Contohnya sujud dalam shalat. Sujud dianggap sebagai rukun, karena sujud bagian dari shalat. Karena itu tidak dikatakan shalat kalau tidak sujud. Dengan kata lain rukun adalah sesuatu yang keberadaanya mampu menggambarkan sesuatu yang lain, baik sesuatu itu hanya bagian dari sesuatu yang lain maupun yang menghususkan sesuatu itu.
Dengan demikian, rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan bagian harta waris dimana bagian harta waris tidak akan ditemukan bila tidak ada rukun-rukunnya.[9]
Rukun-rukun untuk mewarisi ada tiga. Yaitu :
1)      Al-Muwarrits, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang mewariskan hartanya. Ada juga yang mengartikan orang yang meninggal dunia atau mati, baik mati hakiki maupun hukmiy.
2)      Al-Wârits, yaitu ahli warits atau orang yang dinyatakan mempunyai hubungan kkerabatan baik karena hubungan darah, hubungan sebab perkawinan, atau sebab memerdekakan hamba sahaya.[10]
3)      Al-Maurûts, yaitu harta benda yang menjadi warisan atau harta peninggalan si mayit setelah dikurangi biaya perawatan jenazah, pelunasan utang, dan pelaksanaan wasiat.

b.      Syarat Kewarisan Islam
Menurut bahasa syarat berarti tanda, seperti Syarat al-sa’ah ‘tanda-tanda hari kiamat’.
Sedangkan syarat menurut istilah adalah sesuatu yang karena ketiadaanya, memberi efek pada ketiadaan ketentuan hukum.[11] Misalnya, thaharah ‘bersuci’ adalah syarat sahnya shalat. Jika tidak bersuci sebelum melakukan shalat, shalat tidak sah. Akan tetapi melakukan thaharah bukan berarti ketika hendak shalat saja.
Demikian juga dalam kewarisan, apabila tidak ada syarat-syarat waris, berarti tidak ada pembagian harta warits.
Syarat-syarat warits ada empat, yaitu :
1)      Matinya orang yang mewariskan, baik mati secara de facto (mati hakiki), maupun mati secara de jure / mati hukmiy (menurut putusan hakim).[12]
2)      Ahli waris yang hidup, baik secara hakiki maupun hukmiy, setelah kematian si mayit, sekalipun hanya sebentar.
3)      Mengetahui sebab-sebab yang mengikat ahli waris dengan si mayit, seperti garis kekerabatan, perkawinan, dan perwalian[13]
4)      Antara al-Muwarrits dan al-Wârits tidak ada halangan untuk mewarisi.[14]


<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
     crossorigin="anonymous"></script>



[1] Departemen Agama, Al-Qur’an Bayan,...., h. 78
[2] Departemen Agama, Al-Qur’an Bayan,....., h. 78
[3] Departemen Agama, Al-Qur’an Bayan,....., h.79
[4] Departemen Agama, Al-Qur’an Bayan,....., h.79
[5] Departemen Agama, Al-Qur’an Bayan,....., h.79
[6] Departemen Agama, Al-Qur’an Bayan,....., h.106
[7] Al-Bukhari, Shahih Bukhari, juz Tsani wa ‘Isyrun, kitab al-Faraidh, no.6344, h.166-167
[8] Departemen Pendidikan dan Kedudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 1988), h.757
[9] Komite Fakultas Syari’ah Universitas Al- Azhar Mesir, Hukum Waris…, h. 27
[10] Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris..., h.22
[11] Nashr Farid Muhammad washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qowa’id Fiqhiyyah, (Jakarta:Amzah,2009), cet. ke-1.h.189
[12] Muhammad Thaha Abul Ela Khalifah, Pembagian Warisan Berdasarkan Syariat Islam,(Solo:Tiga Serangkai,2007), cet.ke-1, h.18
[13] Komite Fakultas Syari’ah Universitas Al- Azhar Mesir, Hukum Waris…, h.30
[14] Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris..., h.23
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © MAHSUN DOT NET