Menurut pendapat M. Ali Hasan dalam bukunya Hukum Warisan dalam Islam, mengemukakan
bahwa hak-hak yang bersangkutan dengan harta warisan menurut jumhur fukoha ada
empat macam: biaya-biaya perawatan dan penyelenggaraan jenazah; hutang-hutang;
wasiat dan ahli waris.[1]
- Biaya-Biaya Perawatan dan Penyelenggaraan Jenazah
Biaya perawatan jenazah (tajhiz) ini mencakup biaya-biaya untuk
memandikan, mengafani, mengusung, dan menguburkannya. Biaya tersebut harus
diambilkan dari harta peninggalannya secara wajar (ma’ruf), yaitu tidak
berlebih-lebihan karena akan merugikan para ahli waris yang ia tinggalkan, dan
tidak asal-asalan (sanagat kurang) karena akan merugikan si pewaris (orang yang
meninggal dunia) tersebut.[2]
Andaikata orang yang meninggal itu tidak ada meninggalkan harta, siapa
yang akan memikul tanggung jawab biaya penyelenggaraan jenazah itu. Para fukoha
berbeda pendapat dalam hal ini. Fukoha aliran Malikiyah berpendapat,
bahwa biayanya diambilkan dari baitul mรขl (Kas Negara). Fukoha aliran Hanafiyah,
Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa biayanya ditanggung oleh
keluarga-keluarga yang menjadi tanggungan orang yang meninggal itu, selagi ia
masih hidup. Kalau tidak mempunyai kerabat, maka diambilkan dari baitulmal, dan
kalau tidak mungkin juga ditanggung oleh kaum muslimin yang mampu sebagai suatu
kewajiban (fardu kifayah).[3]
- Hutang-Hutang Jenazah
Hutang itu ada dua macam, yaitu hutang kepada Allah dan hutang kepada
manusia.[4] Yang
dimaksud dengan hutang adalah suatu tanggungan yang wajib dilunasi seseorang
sebagai imbalan atas prestasi yang diterimanya dari orang lain, disebut dainul
ibad (hutang kepada sesama manusia), dan sebagai pemenuhan kewajiban
terhadap Allah yang dituntut sewaktu ia masih hidup dan belum ditunaikannya,
disebut dainullah (hutang kepada Allah).[5]
- Wasiat
Wasiat adalah pemindahan hak dari seseorang kepada orang lain sebatas
1/3 harta peninggalannya, dan pemindahan
tersebut dilaksanakan setelah kematiannya.[6]
Para ulama telah bersepakat bahwa pemberian wasiat kepada ahli waris
hukumnya adalah haram, baik wasiat itu sedikit maupun banyak, karena Allah swt
telah membagikan faraid.[7]
- Ahli Waris/ Pewarisan
Yang dimaksud dengan pewarisan (al-irts) adalah perpindahan harta peninggalan
dari orang yang mewariskan (pewaris) kepada orang yang berhak menerimanya (ahli
waris) karena adanya ikatan kekerabatan atau yang lainnya.[8]
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
crossorigin="anonymous"></script>
[2] Suparman
Usman & Yusuf Somawanata, Fiqh Mawaris, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2002), cet. ke-2. h. 49
0 komentar:
Posting Komentar