Senin, 27 Juni 2016

SUHRAWARDI AL-MAQTUL

SUHRAWARDI AL-MAQTUL
“Biografi, Karya, Filsafat, Metafisika dan Cahaya”

I.                   PENDAHULUAN
Filsafat paripatetik yang telah mencapai puncak kesempurnaanya bersama Ibn Sina dan yang disebarluaskan oleh sejumlah murid-muridnya yang hansdal, diantaranya Bahmanya dan Abu al-Abbad al-Lukari, telah dikeritik sejak kelahirannya oleh para ahli hukum (fiqh) dan kaum sufi yang menentang kecendrungan rasionalisme yang inheren dalam filsafat aristoteles. Lalu pada abad ke IV/X lawan baru memasuki barisan opposisi (terhadap paripatetik) dan kenyataannya menjadi musuh terpenting paripatetik. Lawan hansdal tersebut adalah Teologi atau Kalam, Asy’ariyah, yang pertama kali dibangun oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari dan diulas oleh tokoh-tokoh lainya.
Pada saat itulah madzhab Asy’ariyah mulai didukung oleh lingkungan pejabat dan pemerintahan, dan dibangun pusat belajar dan menyebarkan doktrin-doktrinnya, yang kemudian itu menjadi dasar bagi serangan terkenal al-Ghazali, yang menemukan kepastinnya dan penyelamatan tertinggi, akibatnya dengan niscaya, kepastian dan pengalamannya, ia mulai meruntuhkan kekuasaan rasionalisme dalam masyarakat islam. Dengan kemunculan al-Ghazali, filsafat peripatetik mulai surut dikawasan Timur Islam dan beralih ke Barat, tempat serangkaian filosof terkenal. Di Timur mulai serangan al-Ghazali dan yang lain seperti Fkr al-Din al-Razi, kekuasaan rasionalime surut, yang mempersiapkan dasar bagi penyebaran doktrin-doktrin Illuminasionis Suhrawardi, tetapi di Barat, kemunculan Rasionalisme Aristotelen memiliki peran yang tidak sedikit untuk dimainkan dalam meruntuhkan platonisme Augustinian awal yang didasarkan pada iluminasi dan akhirnya berperan dalam menghadirkan = sebagai = reaksi =bentuk rasionalisme.




II.                PEMBAHASAN
  1. Biorafi
Nama lengkapnya, Syaikh Syihab al-Din Abu al-Futuh Yahya ibn Habsy ibn Amirak al-Suharwadi, dilahirkan di Suhrawardi, Iran Barat Laut, dekat Zenjan pda tahun 548 H /1153 M. Ia dikenal sebagai Syaikh al-Isyraq atau maswter of Illuminasionist (Bapak Pencerahan), Al-Hakim (Sang Bijak), Al-Syahid (Sang Martir) dan al-Maqtul (yang terbunuh). Julukan al-Maqtul berkaitan dengan cara kematinnya yang dieksekusi, juga sebagai pembeda dari dua tokoh lainnya yang mempunyai nama Suhrwardi, yaitu, (1) Abdl al-QahirAbu Najib al- Suhrwardi (w. 563  H/1168 M) pengarang buku Mistik Adab al-Muridin (perilaku santri) dan (2) Abu Hafs Uamar Syihab al-Din al-Suhrawardi al-Baghdadi (w. 1145-1234 M), kemenakan Abd al-Qahir ini adalah pengarang buku Awarif Al-Ma’arif yang dikenal sebagai guru sufi resmi (Syekh al-Suyuyuk) disamping sebagai politikus dibaghdad.
Ia belajar dimaragha yang kelak menjadi aktivitas astronomi al-Thusi, dan juga di Isfahan, diman ia menjadi teman sekelas Fakhruddin al-Razi, Suhrawardi belajar filsafat kepada Majid Kili. Kemudian, ia pergi ke Isfahan untuk memperdalam kajian fiilsafat kepada Fakhr al-Din al-Mardini (w. 594 H/1198 M). setelah itu belajar kepada Zahir a-Din al-Qari al-farsi mengkaji kitab al-Bashairal-Nashiriyah karang Umar Ibn Sahlan al-Sawi, yang juga dikenal sebagai komentator Risalah al-Thair karangan Ibn Sina.
Setelah itu ia banyak melewat Persia, Anatolia, Damaskus, Syiria. Dalam pengembaraanya, Suhrawardi banyak bergaul dengan kalangan sufi dan menjalani kehidupan zahid, sambil memperdalam ajaran-ajaran tasauf. Akhirnya ia menetap di Aleppo atas undangan pangeran Al-Malik al-Zahir, seorang putra sultan Shalah al-Din yang tertarik dengan pemikiran-pemikiran Suhrawardi yang membangun perspektif filosofis besar yang kedua dalam Islam, yakni aliran Illuminasionis yang menjadi tandingan aliran peripatetis yang mendehuluinya.
Keberhasilan Suhrawardi melahirkan aliran Illuminasionis ini berkat pengauasaanya yang mendalam tentang filsafat dan tasawuf ditambah kecerdasannya yang tinggi, terbukti ia dikalangan teman seangkatannya dikenal sebagai seorang pemikir didunia Islam yang “tak tertandingi” dikala itu. Namun kepiawaian Suhrawardi mengeluarkan pernyataan doktrin esoteris yang tandas, dan kritik yang tajam terhadap ahli-ahli fikh menimbulkan reaksi keras yang dimotori oleh Abu Barakat al-Baghdai yang anti-Aristotelen. Akhirnya pada tahun 587 H/1191 M atas desakan fuqaha’ kepada pangeran Malik al-Zahir Syah anak sultan Shalah al-Din al-Ayyubi al-Kurdi pada sangat membutuhkan dukungan kaum fuqaha’ untuk menghadapi tentara salib, Suhrawardi diseret kepenjara, menghantarkan kematiannya di usia 38 tahun.[1]  

  1. Karyanya
Suhrawardi telah menulis tidak kurang dari 50 karya filsafat dan gnostik dalam bahasa arab dan persia. Seyyed Hossein Nasr mengelompokan karya-karya Suhrawardi dalam lima bagian:
a)      Berisi pengajaran dan kaedah teosofi yang merupakan penafsiran dan modifikasi terhadap filsafat perpatetis. Ada empat buku tentang hal ini yang ditulis dalam bahas Arab, yaitu : talwihat (The book of Intimations), Muqawamat (The Book Of Opotitions), Mutharahat (The Book of Conversations) dan Hikmat al-Isyraq (The Theosophy of the Orientof Light). Khusus Hikmat al-Isyraq merupakan karya pamungkas yang secara seimbang menggunakan metode bahsiyah dan zauqiyah, selain itu ia menganjurkan agar berpuasa 40 hari sebelum mempelajarinya sebagai persiapan dalam memperkuat batin. Pembahasan buku ini bertitik tekan pada cahaya Tuhan, setelah sebelumnya dilakukan kritik terhadap filsafat paripatetik.
b)      Karangan pendek tentang filsafat, ditulis dalam bahasa Arab dan Persia dengan gaya bahasa yang disederhanakan, yaitu Hayakil an-Nur (The Temples of Light), al-Alwah al-imadiyah (Tablets on Dedicated to ‘Imadal-Din), Partaw-namah (Treatise On Illumination), Fi ‘Iiqad al-Hukama’ (Symbol of Faith the Philosophers), al-Lamahat (The Flashes of Light ), Yazdan Synkht (The Knowledge of Good) dan Bustan al-Qulub (The Garden of the Heart).
c)      Karya pendek yang bermuatan dan berlambang mistis, pada umumnya ditulis dalam bahasa Persia, meliputi ‘Aaql-i Surkh (The Red Archangel atau Literelly Intellec), Awaz-i  Par-i Jibra-il (The Chant of the Wing of Gabriel), Al-Ghurbat al-Gharbiyah (The Occidental Exile), Lughat-i Muran (The Language of Termites), Risalah fi Halat al-Thifuliyah (Treatise on the Satate of Childhood), Ruzi baJama’at-i Shufiyah (A Day with Community of Sufis), Risalah fi Mi’raj (Treatise on the Noctural Jorney), dan Syafir-i Simurgh (The Song of the Griffin).
d)     Komentar dan terjemahan dari filsafat terdahulu dan ajaran-ajaran keagamaan, seperti Risalah a-Thair (The Treatise of the Birds) karya Ibn Sina diterjemahkan kedalam bahas Persia, komentar terhadap kitab Isyarat karya Ibn Sina, seperti tulisan dalam Risalah Fi Haqiqat Al-‘Isyraq, yang terpusat pada risalah Ibn Sina fi Al –Isyraqi, serta sejumlah tafsir al-Qur’an dan Hadist Nabi.
e)      Doa-doa, yang lebih dikenal dengan al-Waridat wa al-Taqdisat (Doa dan penyucian diri  )

  1. Sumber Doktrin
Sumber-sumber doktrin Suhrawardi meninmba elemen-elemen yang ia sintesiskan kedalam teosofi Isyraqi-nya yang pertama dan paling utama meliputi Sufisme, terutama tulisan Hallaj dan al-Ghazali, yang misykat dan al-Anwar memiliki kaitan langsung dengan relasi cahaya dan iman sebagaimana yang dipahami oleh Suhrawardi,[2] tentang sumber pra islam ia sangat bersandar pada Pythagorianisme dan Platonisme, seperti juga pada Hermetisisme sebagaimana ia pernah ada di Aleksandria kemudian dipelihara dan dikembangkan di Timur Dekat dengan Kaum Sabean di Harran, yang menganggap korpus Hermetik sebagai kitab suci mereka. Konsep yang dimiliki Suhrawardi tentang sejarah filsafat dengan sendirinya sangat menarik. Karena ia memperlihatkan aspek mendasar kebijaksanaan Isyraqi.

  1. Makna Isyraqi
Para sejarahwan dan filosofis berbeda pendapat tentang makna bentuk pengetahuan yang disebut Isyraq ini, yang ditampilkan  Suhrawardi sebagai sebuah sintesis dua tradisi kebijaksanaan. Al-Jurjani dalam Ta’arifatnya (definisi-definisi) yang termasyhur, menyebut kaum Isyraqi sebagi “para filosof dengan Plato sebagai dedengkotannya”, sementara ‘Abd al-Razq al-Kasyani, dalam urainnya atas Fushush al-Hikam-nya (Mutiara-mutiara hikmah) Ibn ‘Arabi, menyebut mereka sebagi pengikut Orang Suci (Seth) yang menurut sumber-sumber muslim adalah pendiri kelompok yang ahli dan dari mereka permulaan keahlian itu berasal, yang terkait erat dengan Hermitisisme.

  1. Filsafatnya
Suhrawardi menggunakan istilah-istilah atau lambang-lambang yang berbeda dari biasanya dipahami orang banyak, seperti Barzah, tidak berkaitan dengan persoalan kematian. Istilah ini adalah ungkapan pemisah anatara Dunia cahaya dengan Dunia kegelapan.
Timur (Masyriq) dan Barat (Maghrib), tidak berhubungan dengan letak geografis, tetapi berlandaskan pada penglihatan horizontal yang memanjang dari Timur ke Barat. Jadi, makna Timur diartikan sebagai dunia cahaya atau dunia malaikat yang bebas dari kegelapan dan materi, sedangkan Barat adalah dunia kegelapan atau materi. Barat tengah adalah langit-langit yang menampakkan pembauran antara cahaya dengan sedikit kegelapan

Metafisika dan Cahaya
sebagimana halnya suatu bangunan ilmu tidak muncul lantas sempurna secara tiba-tiba ditangan seorang pemikir, demikian pula halnya dengan Illuminasionisme memiliki akar yang panjang. Inti filsafat Iluminationis adalah sifat dan penyebaran cahaya. Cahaya yang dimaksud oleh Suhrawardi adalah bersifat material dan tidak bisa didefinisikan, karena sesuatu yang “terang” tidak memerlukan definisi, dan cahaya adalah entitas yang paling terang didunia. Bahkan cahaya menembus susunan semua entitas, baik yang bersifat fisik maupun non fisik, sebagai suatu komponen yang esensial daripadanya. Karena itu esensi cahaya adalah manifestasi.
Jika manifestasi ini adalah suatu atribut yang ditambahkan kepada cahaya itu berarti bahwa cahaya itu sendiri tidak memiliki kualitas yang dapat dilihat, dan menjadi dapat dilihat hanya melalui sesuatu yang lain, sesuatu yang lain itu sendiri dapat dilihat; dan pernyataan ini sekali lagi timbul konsekuensi yang mustahil: bahwa sesuatu yang selain cahaya yang terlihat daripada cahaya itu. Maka itu, untuk eksistensi dirinya, cahahaya pertama tidak mempunyai penyebab lain diluar dirinya, semua yang lain prinsip utama ini adalah tergantung, dan mungkin. “yang bukan cahaya” (kegelapan) bukanlah sesuatu yang khusus yang datang dari sesuatu yang mandiri. Segala sesuatu yang bukan dari “cahaya murni” terdiri dari yang tidak membutuhkan substrtum, yang merupakan substansi dari gelap.  

III.             KESIMPULAN
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa mereka semua menggabungkan kebijaksanaan Irsyaqi dengan priode pra Aristoteles sebelum filsafat dirasionalisasikan dan ketika intuisi intelektual masih merupakan jalan sejati bagi pencapaian pengetahuan.
Inti filsafat Iluminationis adalah sifat dan penyebaran cahaya. Cahaya yang dimaksud oleh Suhrawardi adalah bersifat material dan tidak bisa didefinisikan, karena sesuatu yang “terang” tidak memerlukan definisi, dan cahaya adalah entitas yang paling terang didunia. Bahkan cahaya menembus susunan semua entitas, baik yang bersifat fisik maupun non fisik, sebagai suatu komponen yang esensial daripadanya. Karena itu esensi cahaya adalah manifestasi.

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
     crossorigin="anonymous"></script>

IV.             DAFTAR PUSTAKA
Ø  Nasution, Hasyimsyah, Dr. M.A. “Filsafat Isalam”, Jakarta: Gaya Media Paratama, cet. ke-4, 2005
Ø  Hossein, Seyyed Nasr, Tiga Madzhab Utama Filsafat, Yogyakarta: IRCiSoD2006




[1] Dr. Hasyimsyah Nasution, M.A. Filsafat Isalam, Jakarta: Gaya Media Paratama,cet,4, 2005, hlm143-145
[2] Seyyed Hossein Nasr, Tiga Madzhab Utama Filsafat, yogyakarta: IRCiSoD2006, hlm. 108-109
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © MAHSUN DOT NET