PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM DI SEKOLAH UMUM
A. Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Agama di Sekolah Umum.
Pendidikan Secara kultural pada umumnya berada dalam lingkup peran
kultural pada umumnya berada dalam lingkup peran, fungsi dan tujuan yang tidak
berbeda. Semuanya hidup dalam upaya yang bermaksud mengangkat dan menengakkan
martabat manusia melalui tansmisi yang dimilikinya, terutama dalam bentuk transfer of knowlage dan transtranfer of
values.
Dalam konteks ini secara jelas juga menjadi sasaran jangkauan pendidikan
Islam, karena bagaimanapun pendidikan Islam merupakan bagian dari sistem
pendidikan nasional, sekalipuyn dalam kehidupan bangsa Indonesia tampakm sekali
terbedakan eksistensinya secara struktural. Tapi seacara kuat ia telah berusaha
untuk mengambil peran yang kompetitif dalam setting sosiologis bahwa, walaupun
tetap saja tidak mampu menyamai pendidikan umum yang ada dengan otonomi dan
dukungan yang lebihy luas, dalam mewujudkan tujuan pendidikan secara
nyata.Sebagai pendidikan yang berlabel agama, maka pendidikan Islam memiliki
tranmisi spiritual yang lebih nyata dalam proses pengajarannya dibanding dengan
pendidikan umum.
Ilmu Pengetahuan yang dikembangkan dalam pendidikan haruslah berorientasi
pada nilai-nilai Islami, yaitu ilmu pengetahuan yang bertolak dari metode
ilmiah dan metode profetik. Ilmu pengetahuan tersebut bertujuan menemukan dan
mengukur paradigma dan premis intelektual yang berorientasi pada nila dan
kebaktian dirinya pada pembaharuan dan pembangunan masyarakat, juga berpijak
pada kebenaran yang merupakan sumber dari segala sumber.
Pendidikan Islam tidak menghendaki terjadinya dikotomi keilmuan, sebab denan adanya sistem dikotomi
menyebabkan sisitem pendidikan Islam menjadi sekularistis,
rasionalistis-empiris, intuitif dan materialistis. Sebagai contoh ketika Islam
berada dalam masa keemasannya, dimana ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat,
kita mengenal bnayak tokoh yang ahli dalam berbagai hal. Ibnu Khaldun misalnya,
beliau disamping dikenal sebagai seorang ulama, juga dikenal seorang
intelektual, filosof, dokter bahkan politikus. [1]
B. Kedudukan Peran dan fungsi Pendidikan Agama Islam
Dalam peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan
Dasar, pasal 1 disebutkan pendidikan Dasar adalah pendidikan umum yang lamanya 9
Tahun, diselenggarakannya selama 6 tahun Sekolah Dasar (SD) dan f3 tahun di SMP
atau satuan pendidikan yang sederajat. Sedengakan pada Ayat 3 disebutkan : SD
dan SLTP yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen
Agama masing-masing disebut Madrsah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsnawiyah
(MTS).
Dengan memperhatikan bebrapa pasal
tersebut tampaknya memberikan gambaran yang lebih jelas lagi bagi kita tentang
posisi pendidikan agama dan poendidikan agama umum yang selama ini terkesan terpisah,
kini lebih menyatu, dimana sebgai isi kurikulum, pendidikan Agama menjadi
muatan pokok disamping pendidikan pancasila dan pendidikan kewarganegaraan,
begitu juga sebagai satuan pendidikan Mi dan MTS termasuk jenis pendidikan umum
pada jenjang pendidikan dasar.[2]
C. Kegiatan Intra dan Ekstra Kulikuler Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam.
Pelaksanaan kegiatan Intra Kulikuler keagamaan dilajaran atau kelas.
Sedangkan pelaksanaan kegiatan ekstra kulikuler keagamaan dilakukan diluar jam
pelajaran atau kelas. Kegiatan ini, sebaiknya juga dilakukan lintas
kelas.dimana setiap peserta didik berhak mengikuti kegiatan tersebut, meskipun
untuk hal-hal tertentu yang berkaitan dengan aplikasi dan praktek materi
pelajaran dikelas. Kegiatan ekstrakulikuler yang dilaksanakan harus diikuti
secara tertib oleh mereka yang satu kelas dan satu tingkat.
Bentuk-bentu kegiatan ektrakulikuler juga harus dikembangkan dengan
dengan mempertimbangkan denagan mempertimbangkamn tingkat pemahaman dan
kemampuan peserta didik serta tuntunan-tuntunan lokal dimana Madrsah atau
sekolah umum berada sehingga melalui kegiatan yang dfiikutinya, peserta didik
mampu belajar untuk memecahkan masalah-masalah yang berkembang dilingkungannya,
dengan tetap tidak melupakan masalah-masalah global yang tentu saja harus pula
diketahui oleh peserta didik.
Bentuk-bentuk kegiatan ekstrakulikuler di Madrasah dan sekolah umum yaitu
: Pelatihan Ibadah perorangan dan Jama’ah, Tilawah dan tahsin Al-Qur’an,
Apreisasi seni dan kebudayaan Islam. Peringatan
hari-hari besar Islam.Taddibur dan Takkafur Alam. Pesantren kilat (Sanlat) Dan
Khatmul Qur’an.[3]
D. Pofesionalisme Guru Agama
Pengertian guru secara terbatas adalah sebagai satu sosok Individu yang
brada di depan kelas, dan dalam arti luas adalah seseorang seseorang yang mempunyai tugas tangguing
jawab untuk mendidik peserta didik dalam mengembangkan kepribadiannya. Baik
yang berlangsung di Sekolah. Menurut UUSPN 1989, guru termasuk kelompok tenaga
kependidikan khususnya tenaga pendidik yang bertugas untuk membimbing,
mengajar, atau melatih paserta didik.
Bagaimana sosok guru yang diharapkan? Secara konseptual guru yang yang
diharapkan adalah sosok guru yang ideal yang diterima oleh setiap pihak yang
terkait. Darin sudut pandang siswa, guru ideal adalh guru yang memiliki
penampilan sedemikian rupa sebagai sumber motivasiu belajar yang menyenangkan.
Ciri khas seorang profesional adalah, pertama : menguasai secara baik
suatu bidang tertentu, melebihi rata-rata orang kebanyakan, kedua : Mempunyai
komitmen moral yang tinggi atas kerja yang biasanya tercermin di kode etik
profesinya. Dengan keahlian dan keterampilan seseorang yang profesional dapat
memecahkan berbagai persoalan rumit dengan cepat dan hasil yang bermutu, hingga
masyarakat mempercayakan berbagai persoalan yang dihadapinya, makin modern
suatu masyarakat makin besar ketergantungannya pada kaum profesional, karena
komitmen moralnya senantiasa siap bertanggung jawab dari segi keahlian dan dari
segi moral atas apa yang dikerjakannya.Ia akan memberikan yang terbaik yang
mungkin dapat diberikannya serta bekerja penuh komitmen dan tanggung jawab untuk
demi mewujudkan cita-cita moral profesionalisme.[4]
Adapun citra guru diharapkan sebagi pendidik yang profesioanl antara
lain:
1)
Guru memiliki semangat juang yang tinggi disertai kualitas keimanan dan
ketaqwaan yang mantap. Semangat juang merupakan landasan utama bagi perwujudan
prilaku guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
2)
Guru yang mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan lingkungan dan perkembangan
IPTEK.
3)
Guru yang mampu belajar dan bekerja sama dengan profesi lain. Dalam
melaksanakanfungsinya setiap unsur tidak berbuat sendirian, akan tetapi harus
berinteraksi dengan unsur lain yang terkait melaului suasana kemitraan yang
bersifat sisitematik, sinergik, dan simbolik.
4)
Guru yang memiliki etos kerja yang kuat. Etos kerja merupakan landasan
utama bagi kinerja semua aparat dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan.
5)
Guru yang memiliki kejelasan dan kepastian pengembangan karir. Citra guru
profesional hanya dapat berkembang dengan baik apabila disertai dengan
pengembangan karir secara jelas dan pasti.
6)
Guru yang berjiwa profesional tinggi. Pada dasarnya profesionalisme itu
merupakan motivasi intrinsik sebagai pendorong untuk mengembangkan dirinya kearah
perwujudan profesional.[5]
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
crossorigin="anonymous"></script>
[4]. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam,Hal.81-83.
0 komentar:
Posting Komentar