PENDIDIKAN
ISLAM DI ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA
A. Pengertian
Pendidikan Islam
Ada
tiga poin ciri pendidikan Islam pertama, pendidikan Islam menyangkut aspek
jasmani dan rohani keduanya merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan
oleh karean itu pembinaan terhadap keduanya harus seimbang. Yang kedua,
pendidikan Islam mendasarkan konsepsinya pada nilai-nilai religius. Ini berarti
bahwa pendidikan islam tidak mengabaikan factor teologis sebagai sumber dari
ilmu itu sendiri. Ketiga, adanya unsur takwa sebagai tujuan yang harus dicapai
sebagaimana yang kita ketahui, bahwa takwa merupakan benteng yang dapat
berfungsi sebagai daya tangkal terhadap penganut-penganut negative yang datang
dari luar.
Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan
yang diberikan oleh seseorang agar ia berkemabang secara maksimal sesuai dengan
ajaran Islam.
Dengan
demikian yang dimaksud dengan pendidikan Islam di Indonesia pada zaman Belanda
adalah bimbingan dan pembinaan yang dilakukan oleh para ulama dan kiai ataupum
ustad kepada masyarakat, baik secara individu maupun kelompok di rumah-rumah,
musallah, masjid, maupun pesantren. Yang bertujuan agar terwujudnya manusia
yang beriman dan bertakwa, mampu mengamalkan ajarannya, dan berakhlak mulia
serta memiliki ghirah ke islaman yang tinggi.[1]
B. Sikap dan
Politik penjajahan Belanda terhadap
perkembangan Pendidikan Islam
Belanda
berkuasa mengatur pendidikan dan kehidupan beragama yang mereka sesuaikan
denagn prinsip-prinsip yang mereka pegang sebagai kaum imperialis dan
kolonialisme yaitu kebarat-baratan ( Westernisasi) dan Kristenisasi. Kebijakan
belanda dalam mengatur jalannya pendidkan, tentu saja dimaksudkan untuk
kepentingan mereeka sendiri terutama untuk kepentingan agama Kristen.Hal ini
terlihat jelas misalnya Van Den Boss menjadi gubernur jendral di Jakarta pada
tahun 1831, keluarlah kebijaksanaan bahwa sekolah-sekolah gereja dianggap dan
diperlukan sebagai sekolah pemerintah.
Jadi
yang terpikirkan oleh mereka di bidang pendidikan hanyalah untuk kepentingan
mereka serndiri. Inisiatip untuk mendirikan lembaga pendidikan yang
diperuntukan bagi penduduk pribumi adalah ketika Van Den cappeleln menjabat
sebagai jenderal, dimana pada waktu dia memberikan surat edaran yang ditujukan kepada para Bupati yang isinya adalah.
”Dianggap penting untuk secepatnya mengadakan peraturan pemerintah yang
menjamin meratanya kemampuan membaca dan menulis bagi penduduk pribumi agar
mereka lebih mudah untuk dapat menaati undang-undang dan hokum Negara yang
diterapkan Belanda“.
Jiwa
dari surat edaran yang dibuat Van Den capellan tersebut di atas adalah
menggambarkan tujuan dari didirikannya Sekolah dasar pada zaman itu. Pendidikan
Agama Islam yang telah ada di pondok pesantern, mesjid dan musalla atau yang
lainnya dianggp tidak membantu pemerintah Belnada. Para santri pondok masih
buta huruf lain, yang secara resmi menjadi acuan pada waktu itu.
Politik
yang dijalankan pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas
beragama Islam sebenarnya didasari oleh adanya rasa ketakutan, rasa panggilan
agamanya yaitu Kristen dan rasa kolonialismenya. Sehingga dengan begitu mereka
terapkan berbagai peraturan dan kebijkan, diantaranya:
1.
Pada
tahun 1882 pemerintah Belanda membentuk suatu Badan khusus yang bertugas untuk
mengawasi kehidupan beragama dan pendidikna Islam yang mereka sebut
Priesterraden. Dari nasihat badan inilah maka pada tahun 1905 pemerintah
Belanda mengeluarkan peraturan baru yang isinya bahwa orang yang memberikan
pengajaran atau penagjian agama islam harus terlebih dahulu meminta izin kepada
pemerintah Belanda.
2.
Tahun
1925 keluar lagi peraturan yang lebih ketat terhadap pendidikan agama Islam
yaitu bahwa tidak semua orang ( Kiai ) boleh memberikan pengajaran mengaji terkecuali
telah mendapat semacam rekomendasi atau
persetujuan Belanda.
3.
Lalu
pada tahun 1932 keluar lagi peraturan yang isinya berupa kewenangan untuk
memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atu
memberikan pelajaran yang tidak disuaki oleh pemerintah Belanda yang disebut
Ordonansi sekolah liar ( Wilde School Ordonantie ). [2]
C.
Keadaan pendidikan Islam di Masa penjajahan Belanda
Pada
mulanya kedatangan orang-orang asing Belanda ke Indonesia adalah untuk menjalin
hubungan perdagangan dengan bnagsa Indonesia. Sambil berdagang, Belanda
berupaya menancapkan pengaruhnya terhadap bangsa Indonesia. Lambat laun Belanda
berhasil memperkuat penetrasinya di nusantara. Belanda tidak hanya memonopoli
perdagangan dengan bangsa Indonesia, namun satu demi satu belanda berhasil
menundukan penguasa-penguasa local, kemudian merampas daerah-daerah tersebut
kedalam kekuasaannya. Selanjutnya berlangsunglah system penjajahan. Pemerintah
Belanda mulai menjajh Indonesia pad atahun 1619, yaitu ketika Jan Pieter Zoan
Coen menduduki Jakarta.
Pada
pertengahan abad ke-19 pemerintah Belanda mulai menyelenggarakan Pendidikan
model Barat yang diperuntukan bagi orang-orang Belanda dan sekelompok kecil
orang Indonesia ( terutama kelompok berada ). Sejak itu tersebar jenis
pendidkna rakyat, yang bherarti juga bagi umat islam. Selanjutnya, pemerintah
memberlakukan politik etis, yang mendirikan dan menyebarlusakan pendidikan
rakyat sampai pedesaan.
Pendidikan
colonial Belanda sangat berbeda dengan system pendidikan Islam tradisional pada
pengatahuan duniawi. Metode yang diterapkan jauh lebih maju dari system
pendidikan tradisional. Adapun tujuan didirikannya sekolah bagi pribumi adalah
untuk mempersiapkan pegawai-pafgawai yang bekerja untuk belanda.
Bahwa
pendidikan model Barat membawa arti positif
bagi perkembangan pendiidkan
Islam dan kemajuan masayarakat terjajah. Orang-oarang pribumi yang belajar di
sekolah-sekolah Belanda menjadi mengenal sisitem pendidikan modern seperti
sisitem kelas, pemakaian meja dan bangku metode belajar-mengajar modern dan
ilmu penegtahuan selain itu, mererka juga mengenal surat kabar atau majalah
yang sangat bermanfaat untuk mnegikuti perkembangan zaman. Semua akhirnya dapat
melahirkan muslim yang memliki pola piker dan wawasan yang rasional.
Pandangan-pandangan rasionalllah yang
menjadi salah satu pendorong ntuk mengadakan pembaharuan di berbagai bidang,
diantaranya adalah perubahan di bidang keagamaan dan pendidikan. Maka lahirlah
gerakan pembaharuan pendiidkan Islam di berbagai daerah di Indonesia.[3]
D.
Konsep Pembaharuan Pendidikan Islam di Masa Kolonial Belanda[4]
Ø Jami’at Khair :
Konsep Pendidikan Konvergensi
Jami’at Khair yang secara resmi
disahkan pemerintah Belanda tanggal 17 Juli 1905 itu adalah organisasi pertama
yang didirikan oleh orang bukan Belanda, yang seluruh kegiatannya
diselenggarakan berdasarkan sistem Barat. Menurut Deliar Noer, Jami’at khair
telah melengkapi organisasinya dengan anggaran dasar, anggaran rumah tangga,
ketua, sekretaris, bendahara dan sebagainya, termasuk rapat anggota dan notulen
rapat-rapat berkala.
Berlainan dengan madrasah-madrasah
yang telah ada pada umumnya pada waktu itu, sekolah jamiat khair dikelola
dengan system modern dalam arti menggunakan kurikulum dengan bermacam pelajaran
agama dan umum. Selain itu, jamiat khair membangun perpustakaan serta
mendatangkan pengajar-pengajar dari luar negeri dan mengirim pelajar-pelajar
yang berbakat ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan mereka.
Ide-ide pembaharuan yang diterapkan
oleh jamiat khair dalam bidang pendidikan hanya terbatas pada tingkat sekolah
dasar. Dilihat dari pelaksanaan program pendidikannya, jamiat khair telah
melakukan beberapa pembaharuan dalam bidang pendidikan islam. Pertama,
pembaharuan dalam bidang organisasi dan kelembagaan, dan kedua
pembaharuan dalam aspek kurikulum dan metode mengajar.
Dengan
adanya hubungan baik dengan luar negeri khususnya timur tengah, maka
menimbulkan kekhawatiran Belanda terhadap jamiat khair hingga timbul larangan
bagi organisasi ini untuk membuka cabang-cabangnya di luar kota Batavai
(Jakarta), Dengan demikian tidaklah terlalu mengherankan jika akhirnya hanya
dapat berkembang sebagai organisasi local, tetapi agaknya tidak ada yang merasa
keberatan jika organisasi ini dikatakan sebagai organisasi islam yang mula-mula
menyelenggarakan sistem pendidikan konvergensi atau gabungan antara sistem
pendidikan madrasah (islam) dengan pendidikan barat (sekolah) di indonesia.
Ø Perguruan
Muhammadiyah : Konsep Sekolah Agama
Muhammadiyah didirikan oleh kiai
Haji Ahmad Dahlan(1869-1923), tanggal 18 november 1912 di Yogyakarta. Tujuan
Muhammadiyah masih menunjukkan jangkauan yang sederhana. Tujuan itu terangkum
dalam usaha untuk menegakkan dan menjungjung tinggi agama islam yang
sebenar-benarnya.
Kegiatan Muhammadiyah, sejalan
dengan usaha untuk membina umat, antara lain dengan mendirikan sekolah
modernisasi pesantren, dan menggiatkan tabligh serta kegiatan social lainnya
seperti bantuan kepada korban bencana alam dan sebagainya.
Ø Santi Asromo :
Konsep Pesantren Kerja
Santi Asromo didirikan oleh KH. Abdul
Halim Iskandar, tahun 1932 yang terletak di Desa Pasir Ayu Kabupaten
Majalenfgka. Santi Asromo ini di bangun sengaja memilih tempat yang jauh dari
keramaian kota, karena di tempat yang sunyi akan lebih mudah membentuk akhlak
para santrinya. Ada tiga factor yang mendorong Abdul Halim mendirikan Santi
Asromo, yaitu:
- Rasa tidak puas terhadap pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah Belanda.
- Tidak puas atas hasil pendidikan yang
diselenggarakan oleh berbagai pesantren waktu itu.
- Ingin mengadakan pembaharuan, modernisasi dan
penyegaran pendidikan.
Menurut Abdul
Kalim, pendidikan yang dibutuhkan harus menyangkut tiga factor yang mesti
diperhatikan yaitu: pendidikan bathin (akhlak), pendidikan social (ijtima), dan
pendidikan ekonomi (aktishad). Bentuk kurikulum yang dilaksanakan oleh Santi
Asromo ini adalah materi pelajaran terpadu antara teori dan praktek.
Ø Taman siswa : Konsep Pendidikan
Nasional
Taman siswa didirikan oleh Ki Hajar
Dewantara, tanggal 3 juli 1972 di Yogyakarta yang di ilhami oleh kondisi sosial
yang ada waktu itu, yaitu kondisi masyarakat yang terjajah dan pengalaman dalam
lingkungan. keluarga serta pengalamannya semasa dipengasingannya di negeri
belanda.
Konsep pendidikan taman siswa berasal
dari berbagai sumber ide yang di nialai bermanfaat dan layak untuk di masukkan
sebagai acuan system pendidikan yang dicita-citakan.
Taman siswa tampaknya sudah mempersiapkan
suatu konsep tentang pendidikan, sebagai suatu system yang digali dari kekayaan
kebudayaan nasional. Asas-asas pokok yang berdasarkan kemanusiaan, kodrat alam,
kebangsaan, kebudayaan, dan kemerdekaan.
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
crossorigin="anonymous"></script>
[1] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, Kapita
Selekta Pendidikan Islam, Bandung, Angkasa; 2003, Cet, 1, h.10.
[2] Drs.Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Isalm Di Indonesia, Jakarta .PT Raja Grafindo Persada,;1995, Cet
1, h. 52.
[4] M. Ali Hasan, Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan islam.
Jakarta. CV Pedoman Ilmu Jaya: 2003. Cet. 1. h. 9
0 komentar:
Posting Komentar