I. PENDAHULUAN
Proses pendidikan hendaknya dilakuan tidak sekedar mempersiapkan anak
didik untuk mampu hidup di masa kini, tetapi mereka juga harus disiapkan untuk hidup di masa depan. Masa depan adalah
masa yang semakin bertambah tantangannya, dan semakin sulit diprediksi
tantangannya. Kesulitan memprediksi karakteristik masa akan datang disebabkan
oleh kenyataan bahwa di era global nanti, perkembangan manusia tidak linear
lagi, tetapi penuh dengaan diskontinuitas. Oleh karena itu, keberhasilan kita
masa lalu belum tentu memiliki
validitas untuk menangani dan
menyelessaikan persoalan dimasa kini dan masa
yang akan datang.
II. PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan
Menurut Prof. Langeveld, seorang ahli pedagogig
dari negeri belanda mengemukakan batasan pendidikan, bahwa pendidikan ialah
suatu bimbingan yang dilakukan oleh orang dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu
kedewaasaan.
Dalam
GBHN 1973, dikemukakan pengertian pendidikan bahwa pendidikan pada hakikatnya
meupakan suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan manusia, yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah, dan
berlangsung seumur hidup.
B.
Tenaga Kerja dan Pendidikan
Sampai dengan masa perang dunia I, dalm dunia
industri terdapat 3 kelompok kerja, yang semuanya berkaitan dngan berbagai
tingkatan dalam perkembangan tekologinya.
Ketiga macam kelompok itu ialah:
1)
Unskilled manual (Tenaga kerja
tidak terampil)
2)
Skilled manual (Tenaga kerja termpil)
3)
Personal administrasi dan
komersial
Dalam
tahun terakhir ini tenaga kerja untuk skilled semakin kurang diperlukan, akan
tetapi jumlah personal adsministrasi dan komersial semakin lama semakin besar. perbedaan antara tenaga kerja manual
dan non manual, yang dalam istilah lain disebut “pekerja otot dan pekerja
otak”. Semakin lama semakin kabur. Pada masa ini pendidikan bakat
(vocational training) akan semakin meningkat dan merupakan modal bagi teknisi
setengah terampil (Schelsky,1961). ”Hubungan manusiawi” lebih diperlukan untuk
mengorganisir dan memperbaiki suatu sistem kerja.
Dengan
diperkenalkannya mesin-mesin baru beserta teknologinya telah mengakibatkan
kenaikan tajam dalam kenaikan mobilitas jabatan atau perpindaha posisi kerja,
dan juga menimbulkan konsekuensi khusus yaitu perlunya pendidikan atau latihan
bagi para pekerja.
Prof.
Dr. Jusuf Enoc M.H, dalam bukunya Dasar-Dasar
Perencanaan Pendidikan mengemukakan beberapa tindakan-tindakan
kebijaksanaan perencanaan pendidikan dalam kaitannya dengan usaha perluasan
lapangan kerja, antara lain adalah dengan:
a)
Merencanakan berbagai ragam
pendidikan yang para lulusannya dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam
berbagai bidang kegiatan pembangunan
b)
Merencanaka peningkatan mutu dan
relevansi pendidikan
c)
Mendorong berbagai pihak yang
menampung para lulusan untuk melaksanakan langkah-langkah penyesuaian sesuai
dengan kebutuhabn masing-masing
d)
Merencanakan pendidikan kejuruan
diberbagai bidang dengan berorientasi kepada dunia kerja.
e)
Menanamkan sikap lebih positif
terhadap kerja kasar dikalangan lulusan
f)
Mengusahakan adanya forum
konsultasi secara efektif dan teratur antara wakil pemakai tenaga terdidik dan
penghasil tenaga terdidik, antara lain untuk menentukan janis keterampilan yang
diperlukan
g)
Merencanakan peningkatan informasi
mengenai kesempatan kerja yang ada serta bimbingan, antara lain meliputi usaha
pengumpulan data dan keterangan mengenai berbagai sumber pendapatan tenaga
kerja temasuk upah dipedesaan maupun kota, produktivitas tenaga kerja, jenis
tenaga kerja yang dibutuhkan oleh berbagai sektor,dan menyampaikan kepada para
calon lulusan pendidikan, khususnya yang akan mencari kerja.[1]
C.
Peranan Pekerjaan
Peranan adalah suatu pengenal atau ciri kewajiban yang dimainkan oleh
seorang individu dalam suatu organisasi sosial. Ruang lingkup suatu peran
jabatan menunjukan suatu perluasan kewajiban yang dimainkan dalam suatu
organisasi kerja, sedangkan daya serap adalah suatu petunjuk dari tingkat penetrasi suatu peran di dalam peran
yang lain. Semakin tinggi status pekerjaan, semakin banyak dan semakin spesifik
elemen-elemen peranan yang ada di dalamnya (weinstock,1963). Sebagai suatu
perbandingan hanya ada sedikit persyaratan untuk menduduki jabatan sebagai
seorang pesuruh, karena perana yang dimainkannya sangat terbatas, tetapi untuk
menjadi seorang eksekutif diperlukan persyaratan yang lebih banyak karena
peranannya pun lebih kompleks lagi.
D.
Sekolah dan Pekerjaan
1.
Aspirasi dan Harapan
Sekolah memberikan suatu bayangan atau gambaran dari bentuk pekerjaan yang
akan didapatkan oleh seseorang. Di sekoah para, siswa mendapatkan suatu
informasi tentang berbagi suatu pekerjaan yang bisa dan akan mereka lakukan,
walaupun mungkin informasi tersebut tidak bersifat langsung bila sekolah yang
dimasukinya ialah sekolah ilmu-ilmu sosial.
Suatu penelitian yang telah dilakukan oleh musgrave (1966) terhadap
sejumlah siswa dan siswi yang berumur antara 14 sampai dengtan 20 tahun
diwilayah indrustri di inggris sebelah utara, bahaw sebagian besar mereka
menganggap bahwa pekerjaan hanyalah sebagai alat untuk mencapai tujuan
hidupnya, tetapi sebagian kecil lainnya beranggapan bahwa justru sekolahlah
yang merupakan alat untuk memperoleh pekerjaan, karena ia dianggap tujuan akhir
.penelitian lain yang telah dilakukan oleh Hill (1965) terhadap anak berusia 14
tahun yang duduk di bangku sekolah grammar dikota Midlands, menunjukkan bahwa
banyak kelompok siswa yang belum
memutuskan pilihan karir mereka di masa depan (kurang lebih 56 persen dari seluruh
siswa), mayoritas diantara mereka menghendaki suatu imbalan dan kondisi kerja
yang diharapkannya cukup memuaskan.
Maizels (1970) mengambil suat kesimpulan bahwa dari hasil penelitian
terhadap sejumlah siswa di Wilasden, salah satu bagian kota London yaitu adanya
suatu kepincangan dalam hubungan antara inspirasi dan harapan anak-anak muda
disatu pihak, dengan apa yang telah dilakukan oleh berbagai badan pelayanan
masyarakat termasuk perusahan industri dilain pihak. Terlihat adanya suatu
kecenderungan bahwa mereks lebih mementingkan jabatan yang akan didapatkan
daripada melakukan usaha untuk mencapai prestasi tinggi.
2.
Teori Pemilihan Kerja
Musgrave (1974) telah melangkah maju dengan konsepnya tentang teori
pemilihan kerja yang baru pertama kali dikemukakan di Inggris. Teori ini
memusatkan pembahasannya dalam masalah proses sosialisasi yang dianggapmya
berperan penting dalam proses pemilihan kerja. Dalam teori itu musgrave
menyatakan:
“peninjauan terhadap masalah sosialisasi adalah suatu hal yang sangat
penting setiap tahap sosialisasi, terjadi suatu masa transisi yang
sesungguhnaya merupakan pengulangan dari sikap masa transisi yang terjadi pada
setiap pergantian tahap sosialisasi”. Dengan melihat kemampuan seorang pemuda
untuk melakukan proses sosialisasi atau kemampuannya beradaptasi dengan
pekerjaan beserta lingkungan pekerjaannya, kita bisa menyatakan apakah pemuda
itu berhasil atau tidak dalam menentukan pilihannya.
Ford dan Box (1967) telah mengajukan suatu kritik yang lebih keras
terhadap penggunaan istilah “memilih” dalam hubunganya dengan pekerjaan
pertama. Mereka menyatakan:
Dapat dipastikan bahaw masa transisi dari dunia sekolah kedunia kerja
(didalam kasus dimana anak berumur 15 tahun sudah berhenti sekolah) tidak dapat diuraikan sebagai suatu proses
memilih secara keseluruhan. Anak –anak tersebut tidak tahu masalah keseluruhan
pekerjaan yang ditawarkan kepada mereka, dan sama sekali tidak mempunyai
kriteria untuk membedakan satu pekerjaan dengan pekerjaan lain”.
E.
Hubungan Antara Keluarga dan
Pekejaan
Sebagai permulaan kita mengambil suatu postulat dari Raports (1965)
yaitu: Pekerjaan dan peranan keluarga cenderung bersifat isomorfik (saling
pengaruh mempengaruhi satu sama lain dengan satu cara tertentu untuk membentuk
suatu pola struktur yang sama), atau heteromorfik (membentuk suatu struktur
yang masing-masing berbeda).
F.
Sikap Subyektif Dalam Pekerjaan
Ada dua kelompok besar dari konsep tentang sikap subjek dalam pekerjaan,
yaitu konsep ideologi dan konsep nilai ideologi yang sering kali dipegang oleh
anggota masyarakat atau suatu kelompok sosial tertentu yang menunjukan suatu
pengelompokkan dari aturan-atuarn mengenai nilai, sikap, kepercayaan dan opini yang ada dalam
masyarakat atau kelompok sosial tersebut. Konsep ideologi berfungsi untuk
mengatur dan mengendalikan serta mengarahkan aturan-atuaran sosial dan juga
untuk menciptakan harapan serta menghilangkan rasa takut. Nilai adalah suatu
konsepsi dari sesuatu yang diinginkan yang bersifat spesifik dengan membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk.
G.
Penilaian Sosial Terhadap Tenaga
Keja
Perbedaan antara profesi terhormat dengan profesi biasa senantiasa muncul
kembali dalam sejarah sosial. Pada masyarakat Patriarkhal, khususnya dalam
tahap perkembangan yang lebih lanjut, merupakan keadaan biasa untuk memberikan
tekanan pada ciri kehormatan pekerjaan seorang prajurit atau pekerjaan seorang
pemburu
III. KESIMPULAN
Pendidikan merupakan syarat utama dalam memperoleh pekerjaan, tanpa
adanya pendidikan atau keahlian pada suatu bidang pengetahuan tertentu maka
seseorang sulit untuk memperoleh pekerjaan. Oleh karena itu suatu lembaga
pendidikan harus menciptakan lulusan-lulusannya siap untuk menghadapi tantangan
dunia kerja dengan pembekalan keahlian-keahlian di suatu bidang disiplin ilmu
tertentu.
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
crossorigin="anonymous"></script>
IV. DAFTAR PUSTAKA
Parker, S.R. Dkk, “sosiologi industri”, jakarta: PT.BINA AKSARA,
cetakan pertama, agustus 1985
Soekanto, Prof. Dr, Soerjono, S.H, M.A, “Karl mannheim, sosiologi
sistematis, jakarta: CV. Rajawali,1985.
Salam, Drs, H. Burhanuddin, “pengantar pedagogik ”Dasar-Dasar Ilmu
Mendidik”, jakarta: PT.RINEKA CIPTA, cetakan pertama, november 1997.
Enoc, Jusuf,
Prof. Dr. M.H, “Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan” , Jakarta:
Bumi Aksara, 1995, cet. Ke-2,
[1]
Prof. Dr. Jusuf Enoc M.H, “Dasar-Dasar
Perencanaan Pendidikan” , Jakarta: Bumi Aksara, 1995, cet. Ke-2, hal. 285
0 komentar:
Posting Komentar