1.
Prinsip
Umum
Agar
evaluasi dapat akurat dan bermanfaat bagi para peserta didik dan masyarakat,
maka evaluasi harus rnenerapkan seperangkat prinsip prinsip umum sebagai
berikut:
a)
Valid, evaluasi mengukur apa
yang seharusnya diukur dengan menggunakan jenis test yang terpercaya dan
shahih. Artinya, adanya kesesuaian alat ukur dengan fungsi pengukuran dan
sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki keshahihan yang dapat di
pertanggung jawabkan maka data yang dihasilkan juga salah dan kesimpulan yang
ditarik juga menjadi salah.[1]
Dalam menilai hasil belajar hendaknya
dirancang sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi
penilaian, alat penilai dan, dan interpretasi
hasil penilaian. Sebagai patokan atau rambu-rambu dalam merancang penilaian
hasil belajar adalah kurikulum yang berlaku dan buku pelajaran yang
digunakannya. Dalam kurikulum hendaknya di pelajari tujuan-tujuan kurikuler dan
tujuan instruksionalnya, pokok bahasan yang diberikan, ruang lingkup dan urutan
penyajian, serta pedoman bagaimana pelaksanaannya.[2]
b)
Berorientasi kepada kompetensi, evaluasi harus memiliki pencapaiaan
kompetensi peserta didik yang meliputi seperangkat pengetahuan, sikap
keterampilan dan nilai yang terefleksi dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dengan
berpijak pada kompetensi ini maka, ukuran-ukuran keberhasilan pembelajaran akan
dapat diketahui secara jelas dan terarah.
c)
Berkelanjutan, evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dari waktu
kewaktu untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan peserta didik, sehingga
kegiatan dan unjuk kerja peserta didik dapat dipantau melalui penilaian.[3]
Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian
integral dan proses belajar-mengajar. Artinya, penilaian senantiasa
dilaksanakan pada setiap saat proses belajar-mengajar sehingga pelaksanaannya
berkesinambungan. “Tiada proses belajar-mengajar tanpa penilaian”
hendaknya dijadikan semboyan bagi setiap guru. Prinsip ini mengisyaratkan
pentingnya penilaian formatif sehingga dapat bermanfaat baik bagi siswa maupun
bagi guru.[4]
d)
Menyeluruh, evaluasi harus dilakukan
secara menyeluruh, yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dan
meliputi seluruh maten ajar serta berdasarkan pada strategi dan prosedur
penilaian. Dengan berbagai bukti tentang hasil belajar peserta didik yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.[5] Agar diperoleh hasil
belajar yang objektif dalam pengertian menggambarkan prestasi dan kemampuan
siswa sebagaimana adanya, penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian
dan sifatnya komprehensif. Dengan sifat komprehensif dimaksudkan segi atau abilitas
yang dinilainya tidak hanya aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan
psikomotirik.
Demikian pula dalam menilai aspek kognitif sebaiknya dicakup semua aspek, yakni
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi secara
seimbang.[6]
e)
Bermakna, evaluasi diharapkan
mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak. Untuk itu evaluasi hendaknya
mudah dipahami dan dapat ditindakianjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Hasil penilaian hendaknya mencerminkan gambaran yang utuh tentang prestasi
peserta didik dalam pencapaiaan kompetensi yang telah ditetapkan.
f)
Adil
dan objektif, evaluasi
harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta didik dan objektifitas
pendidik, tanpa membedakan jenis kelamin, latar belakang etnis, budaya, dan
berbagai hal yang memberikan kontribusi pada pembelajaran. Sebab ketidak adilan
dalam penilaian dapat menyebabkan menurunnya motivasi belajar peserta didik
karena mereka merasa dianaktirikan.
g)
Terbuka, evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbaga kalangan
sehingga keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi pihak-pihak
yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang dapat
merugikan semua pihak.
h)
Ikhlas, ikhlas berupa kebersihan fiat atau hati pendidik, bahwa ia
melakukan evaluasi itu dalam rangka efisiensi tercapainya tujuan pendidikan,
dan bagi kepentingan peserta didik, dengan fiat ikhlas karena Allah SWT.
i)
Praktis, praktis berarti mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan beberapa
indikator yaitu (1) hemat waktu, biaya dan tenaga, (2) mudah diadministrasikan,
(3) mudah menskor dan mengolahnya, dan (4) mudah ditafsirkan.
j)
Dicatat
dan akurat, hasil
dan setiap evaluasi prestasi peserta didik harus secara sistematis dan
komprehensif dicatat dan disimpan, sehingga sewaktu-waktu dapat dipergunakan.
k) Sistematis, evaluasi dilakukan secara berencana dan
bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang baku.[7] Penilaian hasil belajar
hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data hasil penilaian sangat
bermanfaat bagi guru maupun bagi siswa. Oleh karena itu, perlu dicatat secara
eratur dalam catatan khusus mengenai kemajuan siswa. Demikian juga data hasil
penilaian harus dapat ditafsirkan sehingga guru dapat memahami para siswanya
terutama prestasi dan kemampuan yang dimilikinya. Bahkan jika mungkin, guru
dapat meramalkan prestasi siswa pada masa mendatang. Hasil penilaian juga
hendaknya dijadikan bahan untuk menyempurnakan program pengajaran, memperbaiki
kelemahan-kelemahan pengajaran, dan memberikan bimbingan belajar kepada siswa
yang memerlukannya. Lebih jauh lagi dapat dijadikan bahan untuk memperbaiki
alat penilaian itu sendiri.[8]
l)
Menggunakan
acuan kriteria, evaluasi
didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
m) Akuntabel, evaluasi dapat dipertanggungjawabkan,
baik dan segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.[9]
2.
Prinsip
Khusus
a)
Adanya
jenis penilaian yang digunakan yang memungkinkan adanya kesempatan terbaik dan
maksimal bagi peserta didik menunjukkan kemampuan hasil belajar mereka.
b)
Setiap
pendidik harus mampu melaksanakan prosedur penilaiaan, dan pencatatan secara
tepat prestasi dan kemampuan serta hasil belajar yang dicapai peserta didik.
c)
Hasil
penilaian ditindak lanjuti dengan program remedial bagi peserta didik yang
pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan minimal, dan program
pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal.
d)
Penilaian
harus sesuai dengan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan baik di
sekolah maupun di luar sekolah.[10]
Ada
beberapa langkah yang dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan proses penilaian
hasil belajar, yakni:
a)
Merumuskan
atau mempertegas tujuan-tujuan pengajaran. Mengingat fungsi penilaian hasil
belajar adalah mengukur tercapai tidaknya
tujuan pengajaran, maka perlu dilakukan upaya mempertegas tujuan pengajaran
sehingga dapat memberikan arah terhadap penyusunan alat alat penilaian.
b)
Mengkaji
kembali maten pengajaran berdasarkan kunikulum dan silabus mata pelajaran. Hal
ini penting mengingat isi tes atau pertanyaan penilaian berkenaan dengan bahan pengajaran
yang diberikan. Penguasaan maten pengajaran sesuai dengan tujuan-tujuan
pengajaran merupakan isi dan sasaran penilaian hasil belajar.
c)
Menyusun
alat-alat penilaian, baik tes maupun nontes, yang cocok digunakan dalam menilai
jenis-jenis tingkah laku yang tergambar dalam tujuan pengajaran. Dalam
penyusunan alat penilaian hendaknya diperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal.
d)
Menggunakan
hasil-hasil penilaian sesuai dengan tujuan penilaian tersebut, yakni untuk
kepentingan pendeskripsian kemampuan siswa, kepentingan perbaikan pengajaran,
kepentingan bimbingan belajar, maupun kepenting4n laporan pertanggungjawaban
pendidikan.
Dalam kaitannya dengan
penyusunan alat-alat penilaian (butir di atas) ada beberapa langkah yang harus
ditempuh, yakni:
(a)
Menelaah
kurikulum dan buku pelajaran agar dapat ditentukan lingkup pertanyaan,
terutama materi
pelajaran, baik
luasnya maupun kedalamannya.
(b) Merumuskan tujuan instruksional khusus
sehingga jelas betul abilitas yang harus dinilainya. Tujuan instruksional
khusus harus dirumuskan secara operasional, artinya bisa diukur dengan alat
penilaian yang biasa digunakan.
(c) Membuat kisi-kisi atau blueprint alat
penilaian. Dalam kisi-kisi harus tampak abilitas yang diukur serta proporsinya,
Iingkup materi
yang diujikan serta
proporsinya, tingkat kesulitan soal dan proporsinya, jenis alat penilaian yang
digunakan, jumlah soal atau pertanyaan, dan perkiraan waktu yang diperlukan
untuk mengenjakan soal tersebut.
(d) Menyusun atau menulis soal-soal
berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. Dalam menulis soal, perhatikan
aturan-aturan yang berlaku. Membuat dan menentukan kunci jawaban soal.[11]
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
crossorigin="anonymous"></script>
[2] Nana Sujana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2014), cet. ke- 18, h. 9.
0 komentar:
Posting Komentar