Rabu, 02 Januari 2019

Prinsip Evaluasi Pembelajaran



Prinsip Evaluasi Pembelajaran
1.      Prinsip Umum
Agar evaluasi dapat akurat dan bermanfaat bagi para peserta didik dan masyarakat, maka evaluasi harus rnenerapkan seperangkat prinsip prinsip umum sebagai berikut:  
a)      Valid, evaluasi mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan jenis test yang terpercaya dan shahih. Artinya, adanya kesesuaian alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki keshahihan yang dapat di pertanggung jawabkan maka data yang dihasilkan juga salah dan kesimpulan yang ditarik juga menjadi salah.[1]
Dalam menilai hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilai dan, dan interpretasi hasil penilaian. Sebagai patokan atau rambu-rambu dalam merancang penilaian hasil belajar adalah kurikulum yang berlaku dan buku pelajaran yang digunakannya. Dalam kurikulum hendaknya di pelajari tujuan-tujuan kurikuler dan tujuan instruksionalnya, pokok bahasan yang diberikan, ruang lingkup dan urutan penyajian, serta pedoman bagaimana pelaksanaannya.[2]
b)      Berorientasi kepada kompetensi, evaluasi harus memiliki pencapaiaan kompetensi peserta didik yang meliputi seperangkat pengetahuan, sikap keterampilan dan nilai yang terefleksi dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dengan berpijak pada kompetensi ini maka, ukuran-ukuran keberhasilan pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan terarah.
c)      Berkelanjutan, evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dari waktu kewaktu untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan peserta didik, sehingga kegiatan dan unjuk kerja peserta didik dapat dipantau melalui penilaian.[3] Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dan proses belajar-mengajar. Artinya, penilaian senantiasa dilaksanakan pada setiap saat proses belajar-mengajar sehingga pelaksanaannya berkesinambungan. “Tiada proses belajar-mengajar tanpa penilaian” hendaknya dijadikan semboyan bagi setiap guru. Prinsip ini mengisyaratkan pentingnya penilaian formatif sehingga dapat bermanfaat baik bagi siswa maupun bagi guru.[4]
d)     Menyeluruh, evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dan meliputi seluruh maten ajar serta berdasarkan pada strategi dan prosedur penilaian. Dengan berbagai bukti tentang hasil belajar peserta didik yang dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.[5] Agar diperoleh hasil belajar yang objektif dalam pengertian menggambarkan prestasi dan kemampuan siswa sebagaimana adanya, penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif. Dengan sifat komprehensif dimaksudkan segi atau abilitas yang dinilainya tidak hanya aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotirik. Demikian pula dalam menilai aspek kognitif sebaiknya dicakup semua aspek, yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi secara seimbang.[6]
e)      Bermakna, evaluasi diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak. Untuk itu evaluasi hendaknya mudah dipahami dan dapat ditindakianjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil penilaian hendaknya mencerminkan gambaran yang utuh tentang prestasi peserta didik dalam pencapaiaan kompetensi yang telah ditetapkan.
f)       Adil dan objektif, evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta didik dan objektifitas pendidik, tanpa membedakan jenis kelamin, latar belakang etnis, budaya, dan berbagai hal yang memberikan kontribusi pada pembelajaran. Sebab ketidak adilan dalam penilaian dapat menyebabkan menurunnya motivasi belajar peserta didik karena mereka merasa dianaktirikan.
g)      Terbuka, evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbaga kalangan sehingga keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang dapat merugikan semua pihak.
h)      Ikhlas, ikhlas berupa kebersihan fiat atau hati pendidik, bahwa ia melakukan evaluasi itu dalam rangka efisiensi tercapainya tujuan pendidikan, dan bagi kepentingan peserta didik, dengan fiat ikhlas karena Allah SWT.
i)        Praktis, praktis berarti mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan beberapa indikator yaitu (1) hemat waktu, biaya dan tenaga, (2) mudah diadministrasikan, (3) mudah menskor dan mengolahnya, dan (4) mudah ditafsirkan.
j)        Dicatat dan akurat, hasil dan setiap evaluasi prestasi peserta didik harus secara sistematis dan komprehensif dicatat dan disimpan, sehingga sewaktu-waktu dapat dipergunakan.
k)      Sistematis, evaluasi dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang baku.[7] Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data hasil penilaian sangat bermanfaat bagi guru maupun bagi siswa. Oleh karena itu, perlu dicatat secara eratur dalam catatan khusus mengenai kemajuan siswa. Demikian juga data hasil penilaian harus dapat ditafsirkan sehingga guru dapat memahami para siswanya terutama prestasi dan kemampuan yang dimilikinya. Bahkan jika mungkin, guru dapat meramalkan prestasi siswa pada masa mendatang. Hasil penilaian juga hendaknya dijadikan bahan untuk menyempurnakan program pengajaran, memperbaiki kelemahan-kelemahan pengajaran, dan memberikan bimbingan belajar kepada siswa yang memerlukannya. Lebih jauh lagi dapat dijadikan bahan untuk memperbaiki alat penilaian itu sendiri.[8]
l)        Menggunakan acuan kriteria, evaluasi didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
m)    Akuntabel, evaluasi dapat dipertanggungjawabkan, baik dan segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.[9]
2.      Prinsip Khusus
a)      Adanya jenis penilaian yang digunakan yang memungkinkan adanya kesempatan terbaik dan maksimal bagi peserta didik menunjukkan kemampuan hasil belajar mereka.
b)      Setiap pendidik harus mampu melaksanakan prosedur penilaiaan, dan pencatatan secara tepat prestasi dan kemampuan serta hasil belajar yang dicapai peserta didik.
c)      Hasil penilaian ditindak lanjuti dengan program remedial bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan minimal, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal.
d)     Penilaian harus sesuai dengan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan baik di sekolah maupun di luar sekolah.[10]

   Ada beberapa langkah yang dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan proses penilaian hasil belajar, yakni:
a)      Merumuskan atau mempertegas tujuan-tujuan pengajaran. Mengingat fungsi penilaian hasil belajar adalah mengukur tercapai tidaknya tujuan pengajaran, maka perlu dilakukan upaya mempertegas tujuan pengajaran sehingga dapat memberikan arah terhadap penyusunan alat alat penilaian.
b)      Mengkaji kembali maten pengajaran berdasarkan kunikulum dan silabus mata pelajaran. Hal ini penting mengingat isi tes atau pertanyaan penilaian berkenaan dengan bahan pengajaran yang diberikan. Penguasaan maten pengajaran sesuai dengan tujuan-tujuan pengajaran merupakan isi dan sasaran penilaian hasil belajar.
c)      Menyusun alat-alat penilaian, baik tes maupun nontes, yang cocok digunakan dalam menilai jenis-jenis tingkah laku yang tergambar dalam tujuan pengajaran. Dalam penyusunan alat penilaian hendaknya diperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal.
d)     Menggunakan hasil-hasil penilaian sesuai dengan tujuan penilaian tersebut, yakni untuk kepentingan pendeskripsian kemampuan siswa, kepentingan perbaikan pengajaran, kepentingan bimbingan belajar, maupun kepenting4n laporan pertanggungjawaban pendidikan.
Dalam kaitannya dengan penyusunan alat-alat penilaian (butir di atas) ada beberapa langkah yang harus ditempuh, yakni:
(a)    Menelaah kurikulum dan buku pelajaran agar dapat ditentukan lingkup pertanyaan, terutama materi pelajaran, baik luasnya maupun kedalamannya.
(b)   Merumuskan tujuan instruksional khusus sehingga jelas betul abilitas yang harus dinilainya. Tujuan instruksional khusus harus dirumuskan secara operasional, artinya bisa diukur dengan alat penilaian yang biasa digunakan.
(c)    Membuat kisi-kisi atau blueprint alat penilaian. Dalam kisi-kisi harus tampak abilitas yang diukur serta proporsinya, Iingkup materi yang diujikan serta proporsinya, tingkat kesulitan soal dan proporsinya, jenis alat penilaian yang digunakan, jumlah soal atau pertanyaan, dan perkiraan waktu yang diperlukan untuk mengenjakan soal tersebut.
(d)   Menyusun atau menulis soal-soal berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. Dalam menulis soal, perhatikan aturan-aturan yang berlaku. Membuat dan menentukan kunci jawaban soal.[11]
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
     crossorigin="anonymous"></script>


[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,...., h. 401.
[2] Nana Sujana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014), cet. ke- 18, h. 9.
[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam..., h. 402.
[4] Nana Sujana, Penilaian ..., h. 10. 
[5] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,..., h. 403.
[6] Nana Sujana, Penilaian ..., h. 10.
[7] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,..., h. 403.
[8] Nana Sujana, Penilaian Hasil..., h. 10.
[9] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam..., h. 403.
[10] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam..., h. 403.
[11] Nana Sujana, Penilaian Hasil..., h. 9-10.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © MAHSUN DOT NET