Jumat, 04 Januari 2019

Pendidikan Karakter Dalam Pandangan Tokoh Islam Imam Al-Ghozali


Pendidikan Karakter Dalam Pandangan Tokoh Islam Imam Al-Ghozali
            Al-Ghazali merupakan ulama besar muslim yang memiliki  semangat intelektual sangat tinggi dan terus-menerus ingin tahu dan mengaji segala sesuatu. Dari kondisi yang sangat cinta pada ilmu tersebut kemudian membentuknya menjadi piawai dalam beragam bidang keilmuan, sehingga menjadikannya salah satu dari beberapa tokoh Islam yang paling besar pengaruhnya dalam sejarah Islam. Hal tersebut karena banyaknya konstribusi beliau dalam mengembangkan ilmu Islam yang diwujudkan dalam banyaknya buku karya beliau, dari beberapa keilmuan yang ditulis dalam buku nya beliau banyak mengkaji tentang akhlak.
            Arti akhlak (karakter) secara terminologi merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu didalam diri seseorang. Dari sifat yang ada itulah terpancar sikap dan tingkah laku perbuatan seseorang, seperti sabar, kasih sayang, atau sebaliknya pemarah, benci karena dendam, iri dengki, sehingga memutuskan hubungan silaturrahmi.[1] Adapun menurut al-Ghazali karakter adalah ungkapan tentang sesuatu keadaan yang tetap didalam jiwa, yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa membutuhkan pemikiran dan penelitian. Apabila dari keadaan ini muncul perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut akal dan syariat seperti halnya jujur, bertanggung jawab, adil dan lain sebagainya, maka keadaan itu dinamakan akhlak yang baik, dan apabila yang muncul perbuatan-perbuatan buruk seperti berbohong, egois, tidak amanah dan lain sebagainya, maka keadaan itu dinamakan akhlak yang buruk.[2]
            Dari setiap kitab yang ditulis Imam al-Ghazali banyak diantaranya berhubungan dengan pelajaran akhlak (karakter) dan pembentukan budi pekerti manusia. Hal tersebut memberikan petunjuk bahwa al-Ghazali memberikan perhatian besar pada lapangan ilmu akhlak. Al-Ghazali dikenal sebagai pakar ilmu akhlak dan gerakan moral yang bersendikan ajaran wahyu, yakni al-Qur’an dan Sunnah. Ia menyelidiki bidang ilmu akhlak ini dengan berbagai macam metode, antara lain dengan pengamatan yang diteliti, pengalaman yang mendalam, penguji cobaan yang matang terhadap semua manusia dalam berbagai lapisan masyarakat. Oleh karena itu, pandangan dan pikirannya mengenai konsep pendidikan akhlak sangat luas dan mendalam.[3]
            Pendidikan karakter dalam konsepsi al-Ghazali tidak hanya terbatas pada apa yang dikenal dengan teori menengah saja, akan tetapi meliputi sifat keutamaannya yang bersifat pribadi, akal dan amal perorangan dalam masyarakat. Atas dasar itulah, pendidikan akhlak menurut al-Ghazali memiliki tiga dimensi, yakni (1) dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan tuhan, (2) dimensi sosial, yakni masyarakat, pemerintah dan pergaulan dengan sesamanya, dan (3) dimensi metafisik, yakni akidah dan pegangan dasar.[4] Konsep pendidikan karakter yang ditawarkan al-Ghazali tersebut sangatlah sesuai dengan tujuan pendidikan agama Islam pada umumnya. Tujuan pendidikan Islam mencakup ruang lingkup yang luas, yang terdiri dari beberapa dimensi: dimensi Tauhid, dimensi moral, dimensi perbedaan individu, dimensi sosial, dimensi profesional dan dimensi ruang dan waktu.[5]
Selanjutnya al-Ghazali mengklasifikasikan pendidikan karakter yang terpenting dan harus diketahui meliputi:
a.       Perbuatan baik dan buruk
b.      Kesanggupan untuk melakukannya
c.       Mengetahui kondisi akhlaknya, dan
Sifat yang cenderung kepada satu dari dua hal yang berbeda, dan menyukai salah satu diantara keduanya, yakni kebaikan atau keburukan.[6]
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
     crossorigin="anonymous"></script>


[1] Abdullah salim, Akhlaq Islam, (Media dakwah, Jakarta: 1986), h. 5
[2] Al-Ghazali, Ihya ulumuddin, juz 3, h. 52
[3] At-Ta’dib, Jurnal kependidikan Islam, Volume 3 No. 1 Gontor, Shafar, h. 25
[4] Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta, Bintang Bulan: 1986), h. 35
[5] M. Arifin, Ilmu pendidikan Islam, (Jakarta, Bimi Aksara: 2005), h. 42.
[6] Al-Ghazali, Al-Munziq min al-Dhalal, (Beirut: Maktabah al-Sya’ibah, 1960), h. 204

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © MAHSUN DOT NET