Pendidikan
Karakter Dalam Pandangan Tokoh Islam Imam Al-Ghozali
Al-Ghazali
merupakan ulama besar muslim yang memiliki
semangat intelektual sangat tinggi dan terus-menerus ingin tahu dan
mengaji segala sesuatu. Dari kondisi yang sangat cinta pada ilmu tersebut
kemudian membentuknya menjadi piawai dalam beragam bidang keilmuan, sehingga
menjadikannya salah satu dari beberapa tokoh Islam yang paling besar
pengaruhnya dalam sejarah Islam. Hal tersebut karena banyaknya konstribusi
beliau dalam mengembangkan ilmu Islam yang diwujudkan dalam banyaknya buku
karya beliau, dari beberapa keilmuan yang ditulis dalam buku nya beliau banyak
mengkaji tentang akhlak.
Arti akhlak
(karakter) secara terminologi merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu didalam
diri seseorang. Dari sifat yang ada itulah terpancar sikap dan tingkah laku
perbuatan seseorang, seperti sabar, kasih sayang, atau sebaliknya pemarah,
benci karena dendam, iri dengki, sehingga memutuskan hubungan silaturrahmi.[1] Adapun
menurut al-Ghazali karakter adalah ungkapan tentang sesuatu keadaan yang tetap
didalam jiwa, yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang,
tanpa membutuhkan pemikiran dan penelitian. Apabila dari keadaan ini muncul
perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut akal dan syariat seperti halnya
jujur, bertanggung jawab, adil dan lain sebagainya, maka keadaan itu dinamakan
akhlak yang baik, dan apabila yang muncul perbuatan-perbuatan buruk seperti
berbohong, egois, tidak amanah dan lain sebagainya, maka keadaan itu dinamakan
akhlak yang buruk.[2]
Dari setiap kitab
yang ditulis Imam al-Ghazali banyak diantaranya berhubungan dengan pelajaran
akhlak (karakter) dan pembentukan budi pekerti manusia. Hal tersebut memberikan
petunjuk bahwa al-Ghazali memberikan perhatian besar pada lapangan ilmu akhlak.
Al-Ghazali dikenal sebagai pakar ilmu akhlak dan gerakan moral yang bersendikan
ajaran wahyu, yakni al-Qur’an dan Sunnah. Ia menyelidiki bidang ilmu akhlak ini
dengan berbagai macam metode, antara lain dengan pengamatan yang diteliti,
pengalaman yang mendalam, penguji cobaan yang matang terhadap semua manusia dalam
berbagai lapisan masyarakat. Oleh karena itu, pandangan dan pikirannya mengenai
konsep pendidikan akhlak sangat luas dan mendalam.[3]
Pendidikan karakter
dalam konsepsi al-Ghazali tidak hanya terbatas pada apa yang dikenal dengan
teori menengah saja, akan tetapi meliputi sifat keutamaannya yang bersifat
pribadi, akal dan amal perorangan dalam masyarakat. Atas dasar itulah,
pendidikan akhlak menurut al-Ghazali memiliki tiga dimensi, yakni (1) dimensi
diri, yakni orang dengan dirinya dan tuhan, (2) dimensi sosial, yakni
masyarakat, pemerintah dan pergaulan dengan sesamanya, dan (3) dimensi
metafisik, yakni akidah dan pegangan dasar.[4] Konsep
pendidikan karakter yang ditawarkan al-Ghazali tersebut sangatlah sesuai dengan tujuan
pendidikan agama Islam pada umumnya. Tujuan pendidikan Islam mencakup ruang
lingkup yang luas, yang terdiri dari beberapa dimensi: dimensi Tauhid, dimensi
moral, dimensi perbedaan individu, dimensi sosial, dimensi profesional dan
dimensi ruang dan waktu.[5]
Selanjutnya al-Ghazali mengklasifikasikan pendidikan karakter yang terpenting
dan harus diketahui meliputi:
a. Perbuatan baik dan buruk
b. Kesanggupan untuk
melakukannya
c. Mengetahui kondisi akhlaknya,
dan
Sifat yang cenderung kepada satu dari dua hal yang berbeda, dan menyukai
salah satu diantara keduanya, yakni kebaikan atau keburukan.[6]
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
crossorigin="anonymous"></script>
[1] Abdullah salim, Akhlaq Islam, (Media
dakwah, Jakarta: 1986), h. 5
[4] Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam,
(Jakarta, Bintang Bulan: 1986), h. 35
[6] Al-Ghazali, Al-Munziq min al-Dhalal,
(Beirut: Maktabah al-Sya’ibah, 1960), h. 204
0 komentar:
Posting Komentar