Minggu, 11 Juni 2017

Macam-Macam Nilai



Macam-Macam Nilai
Menurut Notonagoro, nilai dapat di bagi menjadi tiga, yaitu:
1.        Nilai material, adalah segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
2.        Nilai vital, adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan dan aktivitas.
3.        Nilai kerohanian, adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas 4 (empat) macam yaitu:
a.       Nilai kebenaran kenyataan-kenyataan yang bersumber kepada unsur akal manusia (ratio, budi, cipta).
b.      Nilai keindahan yang bersumber pada rasa manusia (perasaan, aestitis).
c.       Nilai kebaikan atau moral, yang bersumber pada kehendak/kemauan manusia (karsa, etis).
d.      Nilai religius yang merupakan nilai ketuhanan, nilai kerohanian yang tertinggi dan mutlak.[1]
Nilai-nilai ini bersumber pada kepercayaan/keyakinan manusia yang mempunyai nilai yang non-material (spiritual). Nilai manusia relatif dapat diukur dengan mudah melalui alat-alat pengukur. Sedangkan nilai-nilai rohaniah tidak dapat diukur dengan budi murni manusia. Dalam hubungannya dengan filsafat, nilai merupakan salah satu hasil pemikiran filsafat yang oleh pemikirnya dianggap sebagai hasil maksimal yang paling benar, bijaksana, dan baik. Bagi manusia nilai dijadikan alasan atau motivasi dalam segala perbuatannya. Dalam bidang pelaksanaannya, nilai itu dijabarkan dalam bentuk kaidah/norma/ukuran (normatif).[2]
Selain pembagian nilai-nilai diatas, nilai juga dapat dibagi menjadi 3, nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis:
1.    Nilai Dasar
Walaupun nilai dasar ini memiliki sifat abstrak, artinya tidak dapat diamati dengan indera manusia, namun dalam realisasinya nilai dasar ini berkaitan tingkah laku atau perilaku manusia yang bersifat nyata (praktis). Namun nilai dasar ini merupakan nilai hakikat, esensial, intisari, atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu, misalnya; hakikat Tuhan, manusia, dan segala sesuatu lainnya.[3] Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan Hakikat Tuhan, maka nilai dasar itu bersifat mutlak karena Tuhan adalah kuasa prima (penyebab pertama) dan segala sesuatu yang diciptakan berasal dari Tuhan. Nilai dasar itu juga berkaitan dengan hakikat manusia, maka nilai-nilai dasar tersebut juga bersumber kepada hakikat manusia itu sendiri. Nilai yang bersumber dengan hakikat kemanusiaan itu dijabarkan dalam norma hukum yang dapat diistilahkan dengan hak dasar atau (Hak Asasi Manusia).[4]
2.    Nilai Instrumental
Nilai instrumental ialah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dan nilai dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila nilai tersebut belum memiliki formulasi serta ukuran yang jelas dan konkret.[5] Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka nilai dasar tersebut harus memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. Nilai instrumental yang merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Jika nilai instrumental tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka hal itu akan merupakan norma moral. Namun jika kalau nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi ataupun negara, maka nilai-nilai instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijaksanaan atau strategi yang bersumber pada nilai dasar.[6] dalam kehidupan ketatanegaraan, nilai instrumental itu dapat ditemukan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan penjabaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Tanpa ketentuan dalam pasal-pasal UUD 1945, maka nilai-nilai dasar yang termuat dalam Pancasila belum memberikan makna yang konkret dalam praktik ketatanegaraan.[7]
3.    Nilai Praktis
Nilai praktis ini hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental. Sehingga, nilai praktis ini dimungkinkan berbeda-beda wujudnya.[8] Nilai praksis dalam kehidupan ketatanegaraan dapat ditemukan dalam undang-undang organik, yaitu semua perundang-undangan yang berada di bawah UUD 1945 sampai kepada peraturan pelaksana yang dibuat oleh pemerintah. Apabila kita melihat Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukurn dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, dinyatakan bahwa tata urutan peraturan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya, yaitu: Undang-Undang Dasar 1945, ketetapan MPR-RI, undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu), peraturan pemerintah.[9]

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
     crossorigin="anonymous"></script>

                [1] Agus Wiyanto Surajio, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi (Jakarta: Int Prima Promosindo, 2009), Edisi Pertama, 73.
                [2] Agus Wiyanto Surajio, Pendidikan Pancasila, 73.
                [3] Kaelan, Pendidikan Pancasial; Pendidikan Untuk Mewujudkan Nilia-Nilai Pancasila, Rasa Kebangsaan dan Cinta Tanah Air (Yogyakarta: Paradigma, 2014), Edisi Reformasi, 84.
                [4] Syahrial Syarbani, Pendidika Pancasila, 35.
                [5] Syahrial Syarbani, Pendidika Pancasila, 36.
                [6] Kaelan, Pendidikan Pancasial; Pendidikan Untuk, 84.
                [7] Syahrial Syarbani, Pendidika Pancasila, 36.
                [8] Kaelan, Pendidikan Pancasial; Pendidikan Untuk, 84-85.
                [9] Syahrial Syarbani, Pendidika Pancasila, 36.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © MAHSUN DOT NET