A.
Prinsip-prinsip Penerapan Keteladanan
Keteladanan
adalah peniruan tentang suatu aspek yang dihubungkan dengan aspek lainya. Sehubungan itu, dalam penerapannya,
keteladanan harus diperhatikan prinsip-prinsip, antara lain sebagai berikut:
- Sedini Mungkin/ Sejak Dini
Pendidikan agama dan keteladanan dalam kelurga harus
diterapkan sejak dini dengan melihat kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh
orang tuanya sehingga akan mudah tertanam dalam jiwanya dan akan lebih cepat
meniru dan meneladaninya hingga ia dewasa nanti[1].
- Kesinambungan (kontinuitas)
Keteladanan tidak hanya dilakukan dalam waktu satu
hari atau satu minggu lalu selesai (ditentukan oleh hitungan waktu), tetapi
harus dilakukan secara terus-menerus mulai sejak kecil hingga anak dewasa
bahkan sampai ia meninggal dunia. Apabila
hal itu tidak dilakukan secara kontinuitas akan menimbulkan keraguan dalam jiwa
anak.
- Konsisten
Dalam memberikan keteladanan kepada anak haruslah
seimbang antara ucapan dengan perbuatan baik hari ini, hari esok bahkan
seterusnya. Misalnya orang tua mengajarkan tentang kejujuran, suatu ketika anak
mendengar ibunya berdusta kepada ayahnya atau sebaliknya, atau slah satunya
berdusta kepada orang lain, sekali saja maka itu cukup untuk menumbangkan
nilaikejujuran dalam jiwanya[2].
d. Ikhlas Dan
Sabar
Orang tua sebagai pendidik hendaklah bersikap ikhlas,
sabar dan berniat semata-mata karena Allah Swt dalam seluruh pekerjaan
edukatifnya, baik berupa perintah, nasehat, larangan, pengawasan atau hukuman
yang dilakukan. Keikhlasan, kesabaran dan kejujuran dalam melaksanakan suatu
pekerjaan adalah bentuk dari sikap tawakal yang akan membantu dalam meraih
sukses, baik dalam kelaksanakan tugas maupun dalam membina atau mendidik anak-anaknya[3].
Ikhlas
dalam perkataan dan perbuatan adalah bagian dari asas iman. Oleh karena itu,
sikap ikhlas juga harus tergambarkan dalam melaksanakan syariat Islam. Bahkan
Allah tidak akan menerima suatu perbuatan yang dikerjakan secara tidak ikhlas,
dan Ia memerintahkan untuk ikhlas sebagaimana tercantum dalam al-Quran yakni:
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصلاة
ويؤتوا الزكوة وذالك دين القيمة (البينة :5)
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (dengan ikhlas) kepada-nya
dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan sholat dan
menunaikan zakat, yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S Al-Bayyinah/98:5)
Sholat,
Zakat dan semua bentuk pengabdian pada Allah harus didasarkan pada pemurniaan
ketaatan atau sikap ikhlas. Sikap demikian itu akan berpengaruh positif pada
anak, apabila prinsip ini menjadi dasar dalam penerapan keteladanan pada usia
dini.
Demikian,
Adnan Hasan Shalih Baharits berpendapat bahwa Pada usia dini keteladanan orang
tua sangat berpengaruh terhadap kepribadian anak. Segala yang dilakukan oleh
orang tua dianggapnya selalu benar dan paling baik. Maka secara otomatis anak
akan mudah menirunya[4].
Orang tua
dan guru selaku pendidik hendaknya lebih banyak menggunakan metode keteladanan.
Karena keteladanan dipandang lebih baik dibanding dengan teknik atau metode
pendidikan verbal (seperti, nasehat, ceramah atau omelan). Jika perilaku orang
tua atau guru berbeda atau bertolak belakang dengan nasihat-nasihatnya, maka
mereka tergolong dalam kategori “kaburo maktan ‘indalloh” sebagaimana firman
Alloh, yakni:
ياأيها الذين أمنوالم تقولون مالا تفعلون (2) كبر مقتا عند
الله أن تقولوا ما لا تفعلون(3)
"orang –orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan
apa yang kamu tidak kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan". (QS. Ash-Shaf. 2-3)
Demikian itu, akan
berdampak pada kegagalan dalam proses pembinaan/pendidikan.
Di antara
berbagai hal yang perlu diperhatikan seorang guru dalam mencerminkan
keteladanan kepada anak didiknya adalah :
1. menjauhkan
diri dari sikap dusta
2. menjaga
kebersihan diri dan lingkungan
3. bertutur
kata yang baik
4. berpakaian
yang sopan dan rapih
Dari
keterangan di atas, terlihat jelas bahwa keteladanan dimulai dari diri sendiri
dengan menanamkan perilaku yang baik kepada anak-anak, dan dengan menciptakan
lingkungan yang baikyang dibangun secara kerjasama antara anggota keluarga.
Demikian itu, mengingat lingkungan keluarga adalah sebuah basis awal
kehidupan bagi setiap manusia. Banyak hadis yang meriwayatkan pentingnya
pengaruh keluarga dalam pendidikan anak dalam beberapa masalah seperti masalah
aqidah, budaya, norma, emosional dan sebagainya. Keluarga menyiapkan sarana
pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak sejak dini. Dengan kata lain
kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan perlakuan kedua orang tua dan
lingkungannya. Rasulullah saw bersabda, “Setiap anak yang dilahirkan
berdasarkan fitrah, Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya dia yahudi
atau Nasrani atau majusi” sebagaimana sabda Nabi Muhammad S.A.W :
عن الاسود ابن شريح ابو يعلى ان النبى . ص.م. قال : كل مو لود يولد على الفطرة حتى يعرب عنه لسانه فابواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه)رواه ابو داود و الطبرانى وبيهقى(
“Dari ASwad Ibnu Sari’ Abu Ya’la,
Sesungguhnya Nabi Bersabda: Semua anak dilahirkan atas fitrah sehingga ia jelas
berbicara, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anaknya menjadi yahudi,
nasrani atau majusi” (H.R.
Abu Daud, Thabrani dan Baihaqi)[6].
B.
Nilai-nilai Edukatif dalam Keteladanan
Pola
pengaruh keteladanan berpindah kepada peniru melalui beberapa bentuk, dan
bentuk yang paling penting adalah:
- Pemberian Pengaruh Secara Spontan
Pengaruh yang tersirat dari sebuah keteladanan akan
menentukan sejauh mana seseorang memiliki sifat yang mampu mendorong orang lain
untuk meniru dirinya, baik dalam keunggulan ilmu pengetahuan, kepemimipinan,
atau ketulusan. Dalam kondisi yang
demikian, pengaruh keteladanan itu terjadi secara spontan dan tidak di sengaja.
Ini berarti bahwa setiap orang yang ingin dijadikan panutan oleh orang lain
harus sesantiasa mengontrol perilakunya dan menyadari bahwa dia akan dimintai
pertanggung jawaban di hadapan Allah atas segala tindak tanduk yang diikuti
oleh khalayak atau ditiru oleh orang-orang yang mengaguminya. Semakin dia
waspada dan tulus, semakin bertambahlah kekaguman orang kepadanya sehingga
bertambah pula kebaikan dan dampak positif baginya.
- Pemberian Pengaruh Secara Sengaja
Pemberian
pengaruh melaui keteladanan bisa juga dilakukan secara sengaja. Misalnya,
seorang pendidik menyhampikan model bacaan yang diikuti oleh anak didik.
Seorang imam membaguskan sholatnya untuk mengajarkan sholat yang sempurna.
Dalam hal ini, Rasulullah SAW. Telah memberikan teladan langsung kepada para
sahabat sehingga mereka telah banyak mempelajari masalah keagamaan sesuai dengan
permintaan Rasulullah SAW[7]. Agar mereka meneladani beliau sebagaimana
dijelaskan dalam sabdanya ini:
صلوا كما رايتموني اصلي )رواه البخارى(
‘Sholatlah sebagaimana kamu melihat aku
sholat.” (HR. Bukhari)
Demikianlah,
Rasulullah SAW. Sebagai figur pendidik Islami, mengisyaratkan agar pihak-pihak
yang berkecimpung dalam dunia pendidikan mengarahkan anak didiknya melalui
teladan dan contoh perbuatan secara langsung. Dan tidak kalah pentingnya, para
pendidik pun dituntut untuk mengarahkan pandangan anak didik untuk meneladani
perbuatannya. Tentu saja, pendidik yang bersangkutan harus mengacukan
perbuatanya sesuai dengan perilaku Rasulullah SAW., sehingga dia termotifasi
untuk menyempurnakan sholat dan ibadah lainya, dan perilakunya. Pendidik yang
demikian dapat dikatakan sebagai pendidik yang telah membuat jejak-jejak
kebaikan.
Cinta
kasih, kelembutan, dan kehangatan yang tulus merupakan dasar yang penting dalam
mendidik anak. Kesemuanya itu terpancar dalam kehangatan komunikasi antara
orang tua dan anak. Dalam mendidik anak, kasih sayang yang ikhlas dari orang
tua mutlak diperlukan.
Para ahli
penelitian pendidikan anakmenyimpulkan bahwa factor yang paling dominant
terhadap timbulnya rasa hasud dalam diri anak adalah adanya pengutamaan saudara
yang satu di antara saudara yang lainnya. Oleh karena itu orang tua harus
menjauhkan factor-faktor yang dapat menyulut sikap dengki dan benci di antara
anak-anaknya. Orang tua harus bersikap adil dalam pemberian kasih sayang[8].
Dengan
demikian nilai-nilai edukatif yang terkandung dalam keteladanan adalah
seoraang yang menjadi figur teladan haruslah memiliki sifat-sifat yang baik
yang mampu mendorong peniru atau orang lain untuk mengikuti segala sifat dan
perilakunya. Sebab orang yang terpengaruh secara tidak disadari akan menyerap
kepribadian orang yang mempengaruhinya, baik sebagian maupun seluruhnya. Oleh
karena itu, betapa bahayanya bila seseorang
berbuat tidak baik padahal ada orang lain yang menirunya, dengan
demikian orang tersebut akan menanggung dosa orang yang menirunya.
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
crossorigin="anonymous"></script>
DAFTAR PUSTAKA
ü Yusuf
Muhammad Al Hasan, Pendidikan Anak dalam..., Cet.I, h. 32.
ü Faramarz
bin Muhammad Rahbar, Selamatkan Putra Putrimu dari Lingkungan tidak Islami, (Mitra
Pustaka, Yogyakarta, 1999), Cet. II, h. 59
ü Kautsar
Muhammad Al-Mainawi, Hak Anak..., Cet. I, h. 92.
ü Adnan
Hasan Shalih Baharits, Tanggung Jawab..., h. 54.
ü Jaudah
Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islam, (Jakarta : Gema Insani
Press, 1996) Cet. III, h. 13.
ü Sayid Ahnad Al-Hasyimi, Mukhtar
Al-Hadist…, Cet. XXII, h. 112.
ü Abdurrahman
An-Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat (Jakarta :
Gema Insani Press, 1995) Cet. I, h. 266-267.
ü Adnan
Hasan Shalih Baharits, Tanggung Jawab Ayah..., h. 57.
[2] Faramarz
bin Muhammad Rahbar, Selamatkan Putra Putrimu dari Lingkungan tidak Islami, (Mitra
Pustaka, Yogyakarta, 1999), Cet. II, h. 59
[5] Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara
Islam, (Jakarta : Gema Insani Press, 1996) Cet. III, h. 13.
[6] Sayid Ahnad Al-Hasyimi, Mukhtar
Al-Hadist…, Cet. XXII, h. 112.
[7] Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam Di
Rumah, Sekolah Dan Masyarakat (Jakarta : Gema Insani Press, 1995) Cet. I, h.
266-267.
0 komentar:
Posting Komentar