PENDIDIKAN AKHLAQ PADA SISWA
Siswa mempunyai akhlak yang mulia, akan tetapi sekarang kebanyakan siswa-siswi yang tidak mempunyai akhlak mulia lagi, Allah SWT yang Maha Mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya, menolong kita agar dapat mengetahui kekurangan yang harus diperbaiki, memberitahu jalan yang harus ditempuh, dan memberikan karunia semangat terus-menerus sehingga kita tidak dikalahkan oleh kemalasan, tidak dikalahkan oleh kebosanan, dan tidak dikalahkan oleh hawa nafsu dan mudah-mudahan pula warisan terbaik diri kita yang dapat diwariskan kepada keluarga, keturunan, dan lingkungan adalah keindahan akhlak kita. Karena ternyata keislaman seseorang tidak diukur oleh luasnya ilmu. Keimanan seseorang tidak diukur oleh hebatnya pembicaraan. Kedudukan seseorang disisi Allah tidak juga diukur oleh kekuatan ibadahnya semata. Tapi semua kemuliaan seorang yang paling benar Islamnya, yang paling baik imannya, yang paling dicintai oleh Allah, yang paling tinggi taqwanya kepada Allah dan yang akan menemani Rasulullah SAW ternyata sangat khas, yaitu orang yang paling mulia akhlaknya.Walhasil sehebat apapun pengetahuan dan amal kita, sebanyak apapun harta kita, setinggi apapun kedudukan kita, jikalau akhlaknya rusak maka tidak bermoral. Kadang kita terpesona kepada topeng duniawi tapi segera sesudah tahu akhlaknya buruk, pesona pun akan pudar
a.
Pengertin Akhlaq, Moral, Etika.
Perkataan “Akhlaq” berasal dari bahasa Arab, jama’ dari
dari khuluqun” ( خُلُقٌ
) yang menurut lugat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku, tabiat.
Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan “Khalqun”
( خَلْقٌ )
yang berarti: kejadian, serta ert hubungannya dengan “khaliq” (
خَالِقٌ ) yng berarti: Pencipta, dan “makhluq” ( مَخْلُوْقٌ )
yang berarti: yang diciptakan. Perumusan pengertian “akhlaq” timbul sebagai
media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara Khaliq dengan makhluk dan
antara makhluk dengan makhluq.[1]
Perkataan ini bersumber dri kalimat yang tercantum dalam al-Quran:
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OÏàtã ÇÍÈ
Artinya:
“Sesungguhnya engkau (ya...
Muhammad) mempunyai budi pekerti yang luhur”.(Q.S 68 al-Qalam: 4).
Demikian
juga dari hadits Nabi saw:
بُعِثْتُ لِاُ
تَمِِّمَ مَكَارِمَ الْاَخْلَاقِ (رواه
احمد )
Artinya:
“Aku diutus untuk menyempurnakan
kemuliaan budi pekerti” (H.R. Ahmad)
Menurut Kamus Bahasa Indonesia akhlaq adalah: budi
pekerti atau tabiat (kelakuan)”[2]
yang baik maupun yang buruk sesuai dengan tabiat atau wataknya sedangkan
pengertian akhlak menurut Istilah atau definisi yang dikemukakan oleh para
ulama adalah sebagai berikut:
Menurut Imam Ghozali: akhlak itu ialah suatu istilah
tentang bentuk batin yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong ia
berbuat (bertingkah laku), bukan karena suatu pemikiran dan bukan pula karena
suatu pertimbangan.[3] Zakiah
Daradjat menjelaskan bahwa umumnya para
ulama akhlak sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh Imam Ghazali walaupun
dengan redaksi berbeda.
Sebagaimana yang dijelaskan pula dalam Ensiklopedi
Islam Istilah “akhlaq” dimaknai dengan suatu keadaan yang melekat pada jiwa, yang
dari padanya lahir dengan mudah perbuatan-perbuatan, tanpa melalui proses pemikiran,
pertimbangan atau penelitain.[4]
Komponen utama dalam agama Islam: akidah, syari’ah,
dan akhlaq. Pengolongan tersebut didasarkan pada penjelasan Nabi Muhammad
kepada malaikat Jibril di depan para sahabatnya mengenai Iman, Islam dan
Ihsan, yang ditanyakan jibril kepada beliau. Perkataan ihsan (tersebut
diatas) berasal dari kata ahsana –
yuhsinu – ihsanun yang bearti berbuat kebaikan atau berbuat baik. Di dalam al-Quran terdapat kata ihsan
yang artinya berbuat kebajikan atau berbuat baik. Firman Allah yang menjelaskan
hal tersebut terdapat dalam: [5]
Q.S: An-Nahl: 90
¨bÎ)
©!$#
ããBù't
ÉAôyèø9$$Î/
Ç`»|¡ômM}$#ur
Ç!$tGÎ)ur
Ï
4n1öà)ø9$#
4sS÷Ztur
Ç`tã
Ïä!$t±ósxÿø9$#
Ìx6YßJø9$#ur
ÄÓøöt7ø9$#ur
4 öNä3ÝàÏèt
öNà6¯=yès9
crã©.xs?
ÇÒÉÈ
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh
(kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan
Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Baik kebaikan maupun kebajikan erat hubungannya dengan akhlak,
demikian pendapat yang di
kemukakan oleh Muhammad Daud Ali.
Menurut kepustakaan yang beliau temukan akhlak
yakni keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang melahirkan perbuatan (perilaku dan tingkah laku),
mungkin baik mungkin buruk. [6] Selain itu beliau juga mengemukakan akhlak
Islami adalah keadaan yang melekat pada jiwa manusia. Akhlak adalah sikap yang
melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia. Sehingga ruang lingkup akhlak
dalam Islam pun meliputi semua aktifitas
manusia dalam segala bidang.
Pengertian akhlaq sebagaimana yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia, sering pula diganti
dengan kata moral atau etika
supaya lebih terkesan moderen atau mendunia. Hal tersebut sah-sah saja dilakukan
asalkan kita memahami betul dan mengetahui perbedaan kata-kata dimaksud.
Perkataan
moral bersal dari bahasa Latin more, jamak kata mos yang
berarti adat kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tersebut
diatas, moral berarti ajaran tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan sikap, kewajiban budi pekerti, akhlak. Moral adalah Istilah yang difigurkan untuk menentukan
batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak
dikatakan benar, salah, baik, buruk. Dimasukannya penilaian benar atau salah ke
dalam moral, jelas menunjukan salah satu perbedaan moral dengan akhlak, sebab
salah benar dipandang dari sudut hukum yang di dalam agama Islam tidak dapat
pisahkan dengan akhlak, seperti telah disinggung diatas. Dalam Ensiklopedi
Pendidikan (1976) Sugarda
Poerbakawatja menyebutkan, sesuai dengan makna aslinya dalam bahasa latin (mos),
adat istiadat menjadi dasar untuk menentukan apakah perbuatan seseorang baik
atu buruk. [7]
Pengarang Abu A’la Maududi mengemukakan adanya moral
Islam dalam bukunya: Eptical Viewpoint Of Islam dan memberikan garis tegas antara moral
sekuler dan moral Islam. moral sekuler bersumber dari pikiran dan prasangka manusia yang beraneka ragam.
Sedangkan moral Islam bersandar pada bimbingan petunjuk. [8]
Sedangkan “etika” lazim dipergunakan untuk istilah
“akhlaq”. Perkataan ini berasal dri bahasa Yunani “ethos”
yang berarti: adat kebiasaan. Dalam
pelajaran filsafat, etik merupakan bagian daripadanya.
Sebagai cabang dari filsafat,
maka etika bertitik tolak
dari akal fikiran, tidak dari agama. Disinilah letak perbedaannya dengan akhlaq dalam pandangan Islam. dalam pandangan
Islam, ilmu akhlaq ialah suatu ilmu pengethuan yang mengajarkan mana yang baik
dan mana yang buruk berdasarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ajaran Etik Islam
sesuai dengan fitrah dan akal pikiran yang lurus.[9]
Jika Prof.
Muhamad Daud Ali mengaitkan kebajikan maupun kebaikan dengan akhlak, maka Prof.
Dr .H. Jalalludin mengaitkan akhlaq dengan kepribadian Muslim. Menurutnya
kepribadian dalam konteks ini dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki
seseorang sebagi ciri khas dari keseluruhan tingkah laku sebagi muslim, baik
yang ditampilkan dalam tingkahl aku lahiriah maupun bathinnya. Tingkah laku
lahiriah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan dengan teman, orang tua, guru, teman sejawat, sanak famili
dan lain-lainnya. Sedangkan sikap batin seperti sabar, tekun, disiplin, jujur,
amanat, ihklas, toleran, dan berbagai sikap terpuji lainnya sebagai cermin dari
akhlaq al-karimah. Semua sikap dan sifat itu timbul dari dorongan batin. Kemudian ciri khas dari tingkah laku tersebut dapat dipertahankan sebagai kebiasaan
yang menyatu dalam dirinya. Dengan demikian sikap dan sifat tersebut sudah
menjadi jati dirinya, sehingga tidak mungkin dapat dipengaruhi sikap dan
tingkah laku orang lain yang bertentangan dengan apa yang ia miliki.[10]
b.
Pembentukan Akhlak
Berbicara
tentang pembentukan akhlak sama halnya dengan berbicara tentang tujuan pendidikan Islam, karena
banyak sekali kita jumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan dalah pembentukan akhlak.
Pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usah
sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunkan sarana
pendidikan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh dan konsisten. Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan
asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya.[11]
Mengenai
Pembentukan akhlak maka erat hubungannya dengan kepribadian muslim.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di
muka bahwa kepribadian secara umum disebut sebagai personality, jika
dihubungkan dengan tingkah
laku seseorang baik secara lahiriah
maupun batihiniah. Sedangkan
kepribadian muslim dalam konteks ini sebagi mana yang di terangkan oleh Jalaludin; dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku
secara lahiriah maupun sikap batinnya.[12]
oleh sebab itu sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah
kepribadian yang memiliki akhlak yang mulia. Diriwayatkan dalam sebuah hadits, Rasulullah
bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلَ
اللهِ ص.م: اَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ ِاِيْمَانًا اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا (رواه
مسلم)
Artinya: “orang
mukmin yang paling sempurna akhlaqnya, adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya.” (HR. Muslim).[13]
Pembentukan akhlak yang mulia ternyata memiliki proses yang panjang. Tidak
sekali jadi. Selain dilakukan upaya melalui aktifitas pendidikan secara formal,
juga perlu dilakukan upaya, upaya di luar itu. Salah satu diantaranya adalah
melalui proses pendidikan diri sendiri yang di bebankan pada setiap pribadi
muslim.
Upaya-upaya tersebut bahkan sudah dapat dimulai
sebelum terjadinya kosepsi reproduksi, hingga tahap tahap perikutnya. Beberapa
upaya yang dianjurkan tersebut adalah: [14]
1) Kiat pendidikan pribadi pra-nikah, yaitu
memilih jodoh yang sejalan dengan tuntutan ajaran agama Islam. karena keluarga
merupakan lingkungan awal yang dikenal oleh setiap bayi, maka pembentuknnya pun harus memenuhi
persyaratan yang sejalan dengan tuntutan ajaran itu.
2)
Kemudian
pada tahap selanjutnya, sejalan dengan tahap
perkembangan usianya, pedoman mengenai pendidikan anak juga telah digariskan
oleh filsafat pendidikan Islam. Kalimat tauhid diperdengankan
ketelainga bayi yang beru lahir (dengan mengumandangkan suara adszan dan
Iqomat. Yang bertujuan agar
fungsi telinga pendengaran yang ia rasa kan
pertama kali adalah
memperdengarkan kalimat tauhid sebagai awal kehidupannya di dunia.
3)
Selanjutnya usia tujuh tahun anak-anak dibiasakan
mengerjakan sholat, dan perintah itu mulai diintensifkan menjelang usia sepuluh tahun (hadits).
Pendidikan akhlak dalam hal- hal baik dan terpuji sudah mulai sejak usia dini.
Pendidikan pada usia didik akan lebih melekat tertanam pada diri anak.
Untuk mempermudah dalam memahami pembentukan akhlaq
disini, maka penulis hendak
membatasinya sesuai dengan objek penelitian yang hendak penulis lakukan pada usia remaja di sekolah menengah pertama (SMP).
Oleh sebab itu berikut ini penulis
cantumkan pula beberapa hal merupakan karakteristik nilai, moral, dan sikap remaja.
a. Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol berkitan dengan nilai adalah bahwa remaja
sudah sangat merasakan pentingnya tata nilai dan mengembangkan nilai-nilai baru
yang sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan, atau petunjuk dalam mencari
jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang
semakin matang.
b. Karakteristik yang menonjol dalam
perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan
kognitif yang mulai mencapai tahap berfikir operasional formal, yaitu mulai
mampu berfikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat
hipotesis maka pemikitn remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya
terikat waktu, tempat, situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi
dasar hidup mereka.
c. Perkembangan pemikiran moral remaja
dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan
dan pranata yang ada karena dianggapnya sebagai sesuatu yang bernilai, walaupun
belum mampu mempertanggung jawabkannya secaar pribadi.
d. Tingkat
perkembangaan fisik dan psikis yang dicapai remaja berpengaruh pada perubahan
sikap dan perilakunya. Perubahan sikap yang cukup mencolok dan ditempatkan
sebagai salah satu karakter remaja adalah sikap menentang nilai-nilai dasar
hidup orang tua dan orang dewasa lainnya.
Berdasarkan
perdapat tersebut, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa remaja sudah
mampu merasakan suatu nilai dan moral sebagai pedoman dalam membetuk sikap dan
kepribadiannya. Moral dalam pendangan
remaja memiliki nilai yang
penting meskipun dia sendiri belum mampu pempertanggung jawabkannya secara pribadi karena sikap yang
dimilikinya yang bersifat membangkang atau menentang.
Dalam
membentuk sikap remaja, tentu perlu adanya upaya pembinaan dan latihan yang
dilakukan secara kontiunitas yang dapat diberikan tidak hanya berupa teori
(pemahaman) saja namun lebih kepada penerapan langsung ke arah kehidupan
praktis. Upaya pelaksanaan pembentukan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa
cara berikuti ini:
- Pembiasaan
Berkenaan dengan ini Imam
al-Ghazali mengatakan bahwaa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat
menerima segala usahapembentukan melalui pembiasaan. Jika manusia membiasakan
berbuat jahat, maka ia akan menjadi jahat. Untuk itu Al-Gazali menganjurkan
agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. [16]
- Pengajaran
Jika tahap pertama merupakan
upaya praktis agar siswa dapat berbuat secara tepet, maka pada tahap kedua ini
di samping kebiasaan berakhlak tetap dilanjutkan dengan penanaman pengertian
melalui pengajaran, hal ini bertujuan agar siswa tidak hanya berpedoman” asal
berbuat” tetapi siswa diusahakan tahu mengapa ia berbuat. Penanaman pendidikan
di sini mempertamukan pengertian (teoritis) dengan latihan atau pembiasaan
(praktis).
- Keteladanan
Pembinaan atau pembentukan
akhlak dengan pengajaran saja tidak cukup. Menanamkan sopan santun perlu memerlukan
pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang lestari. Pendidikan itu
tidak akan sukses, melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang
baik dan nyata.[17]
- Pendekatan dari segi faktor sasaran
yang akan dibina
Pembinaan akhlak secara
efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang
akan dibina. Menurut hasil penelitian para psikolog bahwa kejiwaan menusia
berbeda-beda menurut pebedaan tingkat usia. Oleh sebab itu hendaknya dalam
membentuk akhlak remaja harus mempertimbangkan keadaan psikis mereka yang
cenderung labil dan dalam masa transisi dari anak-anak (SD) menuju fase remaja.
c.
Faktor-Faktor Penting Dalam Pembentukan Akhlaq.
Faktor penting dalam penentuan baik dan buruk tingkah
laku seseorang. Faktor-faktor tersebut “mencetak” dan mempengaruhi tingkah
laku manusia dalam pergaulannya yang meliputi:[18]
1) Manusia, manusia selaku makhluq yang
istimewa dengn kelinan-kelainannya dibandingkan dengan makhluq-makhluk lainnya, memiliki kelebihan-kelebihandan
juga kekurangan-kekurangan
terntu. Disamping itu karena manusia selaku pelaku
akhlak yang memiliki
kelebihan akal untuk
berfikir dibandingkan makhluk ciptaan
Allah lainnya.
2)
Instinct (naluri), naluri merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir, jadi merupaka suatu
pembawaan asli. Pandangan lain tentang
“naluri” ialah sifat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan terpikir lebih dahulu ke arah tujuan itu tanpa didahului latihan perbutan itu.
3)
Kebiasaan, adalah
perbuatan yang selalu diulang-ulang
sehingga menjadi mudah dikerjaan.
4)
Keturunan, ada
beberapa sifat-sifat yang
biasa di turunkan, pada garis
besarnya ada dua: a) sifat
jasmaniah, yakni kekuatan dan kelemahan otot dan urat syarf orang tua dapat diturunkan kepada anak; b) sifat-sifat ruhaniah
: yakni lemah atau kuatnya suatu naluri diturunkan pula oleh orang tua yang
kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya.
5)
Lingkungan, dalam
hubungan ini lingkungan di bagi menjadi dua
bagian : 1) lingkungan alam yang bersifat kebendaan; 2)lingkungan pergulan yang
bersifat rohniah.
6)
Kehendak, salah
satu kekuatan yang berlindung
di balik tingkah laku manusia adalah kemauan keras
(‘azam). Itulah yang menggerakkan manusia berbuat dengan besungguh-sungguh.
7)
suara hati (dhamir), fungsi dari suara batin itu adalah memperingatkan bahayanya
perbuatan buruk dan berusaha
mencegahnya.
8)
Pendidikan, yang
dimaksud dengan pendidikan disini ialah segala tuntunan dan pengajaran yang
diterima seorang dalam membina kepribadian. Pendidikan itu mempunyai pengaruh yang besar dalam
akhlaq, sehingga ahli-ahli etika berpandangan bahwa
pendidikan adalah faktor yang turut menentukan dalam
etika disamping faktor-faktor yang sebelumnya telah diterangkan.
Dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi akhlak maka dapat kita
klasifikasikan menjadi 2 jenis: pertama,
faktor intrinsik yaitu hal-hal yang mempengaruhi pembentukan akhlak yang berasal dari dalam
diri manusia itu sendiri; kedua,
ekstrinsik, yaitu faktor yang memperngaruhi pembentukan akhlak yang datang dari
luar inidividu tersebut seperti lingkungan dan pendidikan.
Maka yang penting
kaitannya dengan penelitian ini adalah faktor pendidikan berperan bagi
pembentukan akhlak seseorang. Karena dengan pendidikan yang baik seseorang
mempergunakan akalnya dengan baik dan dengan akal sehat seseorang mampu
membedakan mana yang baik dan yang buruk.
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
crossorigin="anonymous"></script>
[1]
Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinn akhlaqul karimah ( suatu
pengantar), (Bandung: Diponegoro, 1983), Cet ke-II, h.11-12.
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1990), h.
15.
[3]
Zakiyah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengeajaran Agama Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1995), h. 68.
[4]
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, ( Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 102.
[5]
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya (Al- Jumatul Ali), CV.
Penerbit J-ART, 2004. hal. 278.
[6] Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) Cet ke-5, h.346.
[8] Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan akhlaqul karimah ( suatu
pengantar), (Bandung: Diponegoro, 1983), Cet ke-II, h. 14.
[13] Imam Jalaludin Abd. Rahman bin Abu Bakar
As-suyuti, Al-Jami As-Shagir,(Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), Juz I, h. 89.
[14] Jalaludin, Teologi Pendidikan, ..., h.
181-182.
[15] Muhammad Ali dan Muhammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), h.145-146.
[18]
Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinn akhlaqul karimah ( suatu
pengantar), (Bandung: Diponegoro, 1983), Cet ke-II, h. 55-56.
0 komentar:
Posting Komentar