“Biografi, Karya, Filsafat, Metafisika dan Cahaya”
I.
PENDAHULUAN
Filsafat paripatetik yang telah mencapai puncak kesempurnaanya bersama
Ibn Sina dan yang disebarluaskan oleh sejumlah murid-muridnya yang hansdal,
diantaranya Bahmanya dan Abu al-Abbad al-Lukari, telah dikeritik sejak
kelahirannya oleh para ahli hukum (fiqh) dan kaum sufi yang menentang
kecendrungan rasionalisme yang inheren dalam filsafat aristoteles. Lalu pada
abad ke IV/X lawan baru memasuki barisan opposisi (terhadap paripatetik) dan
kenyataannya menjadi musuh terpenting paripatetik. Lawan hansdal tersebut
adalah Teologi atau Kalam, Asy’ariyah, yang pertama kali dibangun oleh Abu
al-Hasan al-Asy’ari dan diulas oleh tokoh-tokoh lainya.
Pada saat itulah madzhab Asy’ariyah mulai didukung oleh lingkungan
pejabat dan pemerintahan, dan dibangun pusat belajar dan menyebarkan
doktrin-doktrinnya, yang kemudian itu menjadi dasar bagi serangan terkenal
al-Ghazali, yang menemukan kepastinnya dan penyelamatan tertinggi, akibatnya
dengan niscaya, kepastian dan pengalamannya, ia mulai meruntuhkan kekuasaan
rasionalisme dalam masyarakat islam. Dengan kemunculan al-Ghazali, filsafat
peripatetik mulai surut dikawasan Timur Islam dan beralih ke Barat, tempat
serangkaian filosof terkenal. Di Timur mulai serangan al-Ghazali dan yang lain
seperti Fkr al-Din al-Razi, kekuasaan rasionalime surut, yang mempersiapkan
dasar bagi penyebaran doktrin-doktrin Illuminasionis Suhrawardi, tetapi di
Barat, kemunculan Rasionalisme Aristotelen memiliki peran yang tidak sedikit
untuk dimainkan dalam meruntuhkan platonisme Augustinian awal yang didasarkan
pada iluminasi dan akhirnya berperan dalam menghadirkan = sebagai = reaksi
=bentuk rasionalisme.
II.
PEMBAHASAN
- Biorafi
Nama lengkapnya, Syaikh Syihab al-Din Abu al-Futuh Yahya ibn Habsy ibn
Amirak al-Suharwadi, dilahirkan di Suhrawardi, Iran Barat Laut, dekat Zenjan
pda tahun 548 H /1153 M. Ia dikenal sebagai Syaikh al-Isyraq atau maswter of
Illuminasionist (Bapak Pencerahan), Al-Hakim (Sang Bijak), Al-Syahid (Sang
Martir) dan al-Maqtul (yang terbunuh). Julukan al-Maqtul berkaitan dengan cara
kematinnya yang dieksekusi, juga sebagai pembeda dari dua tokoh lainnya yang
mempunyai nama Suhrwardi, yaitu, (1) Abdl al-QahirAbu Najib al- Suhrwardi (w.
563 H/1168 M) pengarang buku Mistik
Adab al-Muridin (perilaku santri) dan (2) Abu Hafs Uamar Syihab
al-Din al-Suhrawardi al-Baghdadi (w. 1145-1234 M), kemenakan Abd al-Qahir ini
adalah pengarang buku Awarif Al-Ma’arif yang dikenal sebagai guru sufi
resmi (Syekh al-Suyuyuk) disamping sebagai politikus dibaghdad.
Ia belajar dimaragha yang kelak menjadi aktivitas astronomi al-Thusi, dan
juga di Isfahan, diman ia menjadi teman sekelas Fakhruddin al-Razi, Suhrawardi
belajar filsafat kepada Majid Kili. Kemudian, ia pergi ke Isfahan untuk
memperdalam kajian fiilsafat kepada Fakhr al-Din al-Mardini (w. 594 H/1198 M).
setelah itu belajar kepada Zahir a-Din al-Qari al-farsi mengkaji kitab al-Bashairal-Nashiriyah
karang Umar Ibn Sahlan al-Sawi, yang juga dikenal sebagai komentator Risalah
al-Thair karangan Ibn Sina.
Setelah itu ia banyak melewat Persia, Anatolia, Damaskus, Syiria. Dalam
pengembaraanya, Suhrawardi banyak bergaul dengan kalangan sufi dan menjalani
kehidupan zahid, sambil memperdalam ajaran-ajaran tasauf. Akhirnya ia menetap
di Aleppo atas undangan pangeran Al-Malik al-Zahir, seorang putra sultan Shalah
al-Din yang tertarik dengan pemikiran-pemikiran Suhrawardi yang membangun
perspektif filosofis besar yang kedua dalam Islam, yakni aliran Illuminasionis
yang menjadi tandingan aliran peripatetis yang mendehuluinya.
Keberhasilan Suhrawardi melahirkan aliran Illuminasionis ini berkat
pengauasaanya yang mendalam tentang filsafat dan tasawuf ditambah kecerdasannya
yang tinggi, terbukti ia dikalangan teman seangkatannya dikenal sebagai seorang
pemikir didunia Islam yang “tak tertandingi” dikala itu. Namun kepiawaian
Suhrawardi mengeluarkan pernyataan doktrin esoteris yang tandas, dan kritik
yang tajam terhadap ahli-ahli fikh menimbulkan reaksi keras yang dimotori oleh
Abu Barakat al-Baghdai yang anti-Aristotelen. Akhirnya pada tahun 587 H/1191 M
atas desakan fuqaha’ kepada pangeran Malik al-Zahir Syah anak sultan Shalah
al-Din al-Ayyubi al-Kurdi pada sangat membutuhkan dukungan kaum fuqaha’ untuk
menghadapi tentara salib, Suhrawardi diseret kepenjara, menghantarkan
kematiannya di usia 38 tahun.[1]
- Karyanya
Suhrawardi telah
menulis tidak kurang dari 50 karya filsafat dan gnostik dalam bahasa arab dan
persia. Seyyed Hossein Nasr mengelompokan karya-karya Suhrawardi dalam lima
bagian:
a)
Berisi pengajaran dan kaedah
teosofi yang merupakan penafsiran dan modifikasi terhadap filsafat perpatetis.
Ada empat buku tentang hal ini yang ditulis dalam bahas Arab, yaitu : talwihat
(The book of Intimations), Muqawamat (The Book Of Opotitions),
Mutharahat (The Book of Conversations) dan Hikmat al-Isyraq (The Theosophy of
the Orientof Light). Khusus Hikmat al-Isyraq merupakan karya
pamungkas yang secara seimbang menggunakan metode bahsiyah dan zauqiyah, selain
itu ia menganjurkan agar berpuasa 40 hari sebelum mempelajarinya sebagai
persiapan dalam memperkuat batin. Pembahasan buku ini bertitik tekan pada
cahaya Tuhan, setelah sebelumnya dilakukan kritik terhadap filsafat
paripatetik.
b)
Karangan pendek tentang filsafat,
ditulis dalam bahasa Arab dan Persia dengan gaya bahasa yang disederhanakan,
yaitu Hayakil an-Nur (The Temples of Light), al-Alwah al-imadiyah (Tablets
on Dedicated to ‘Imadal-Din), Partaw-namah (Treatise On Illumination), Fi
‘Iiqad al-Hukama’ (Symbol of Faith the Philosophers), al-Lamahat (The Flashes
of Light ), Yazdan Synkht (The Knowledge of Good) dan Bustan al-Qulub (The
Garden of the Heart).
c)
Karya pendek yang bermuatan dan
berlambang mistis, pada umumnya ditulis dalam bahasa Persia, meliputi ‘Aaql-i
Surkh (The Red Archangel atau Literelly Intellec), Awaz-i Par-i Jibra-il (The Chant of the Wing of
Gabriel), Al-Ghurbat al-Gharbiyah (The Occidental Exile), Lughat-i Muran (The
Language of Termites), Risalah fi Halat al-Thifuliyah (Treatise on the Satate
of Childhood), Ruzi baJama’at-i Shufiyah (A Day with Community of Sufis),
Risalah fi Mi’raj (Treatise on the Noctural Jorney), dan Syafir-i Simurgh (The
Song of the Griffin).
d)
Komentar dan terjemahan dari
filsafat terdahulu dan ajaran-ajaran keagamaan, seperti Risalah a-Thair (The
Treatise of the Birds) karya Ibn Sina diterjemahkan kedalam bahas Persia,
komentar terhadap kitab Isyarat karya Ibn Sina, seperti tulisan dalam Risalah
Fi Haqiqat Al-‘Isyraq, yang terpusat pada risalah Ibn Sina fi Al –Isyraqi,
serta sejumlah tafsir al-Qur’an dan Hadist Nabi.
e)
Doa-doa, yang lebih dikenal dengan
al-Waridat wa al-Taqdisat (Doa dan penyucian diri )
- Sumber Doktrin
Sumber-sumber doktrin Suhrawardi meninmba elemen-elemen yang ia
sintesiskan kedalam teosofi Isyraqi-nya yang pertama dan paling utama meliputi
Sufisme, terutama tulisan Hallaj dan al-Ghazali, yang misykat dan al-Anwar
memiliki kaitan langsung dengan relasi cahaya dan iman sebagaimana yang
dipahami oleh Suhrawardi,[2] tentang
sumber pra islam ia sangat bersandar pada Pythagorianisme dan Platonisme,
seperti juga pada Hermetisisme sebagaimana ia pernah ada di Aleksandria
kemudian dipelihara dan dikembangkan di Timur Dekat dengan Kaum Sabean di
Harran, yang menganggap korpus Hermetik sebagai kitab suci mereka. Konsep yang
dimiliki Suhrawardi tentang sejarah filsafat dengan sendirinya sangat menarik.
Karena ia memperlihatkan aspek mendasar kebijaksanaan Isyraqi.
- Makna Isyraqi
Para sejarahwan dan filosofis berbeda pendapat tentang makna bentuk
pengetahuan yang disebut Isyraq ini, yang ditampilkan Suhrawardi sebagai sebuah sintesis dua
tradisi kebijaksanaan. Al-Jurjani dalam Ta’arifatnya (definisi-definisi)
yang termasyhur, menyebut kaum Isyraqi sebagi “para filosof dengan Plato
sebagai dedengkotannya”, sementara ‘Abd al-Razq al-Kasyani, dalam urainnya atas
Fushush al-Hikam-nya (Mutiara-mutiara hikmah) Ibn ‘Arabi,
menyebut mereka sebagi pengikut Orang Suci (Seth) yang menurut
sumber-sumber muslim adalah pendiri kelompok yang ahli dan dari mereka permulaan
keahlian itu berasal, yang terkait erat dengan Hermitisisme.
- Filsafatnya
Suhrawardi menggunakan istilah-istilah atau lambang-lambang yang berbeda
dari biasanya dipahami orang banyak, seperti Barzah, tidak berkaitan dengan
persoalan kematian. Istilah ini adalah ungkapan pemisah anatara Dunia cahaya
dengan Dunia kegelapan.
Timur (Masyriq) dan Barat (Maghrib), tidak berhubungan dengan letak
geografis, tetapi berlandaskan pada penglihatan horizontal yang memanjang dari
Timur ke Barat. Jadi, makna Timur diartikan sebagai dunia cahaya atau dunia
malaikat yang bebas dari kegelapan dan materi, sedangkan Barat adalah dunia
kegelapan atau materi. Barat tengah adalah langit-langit yang menampakkan
pembauran antara cahaya dengan sedikit kegelapan
Metafisika
dan Cahaya
sebagimana halnya suatu bangunan ilmu tidak muncul lantas sempurna secara
tiba-tiba ditangan seorang pemikir, demikian pula halnya dengan
Illuminasionisme memiliki akar yang panjang. Inti filsafat Iluminationis adalah
sifat dan penyebaran cahaya. Cahaya yang dimaksud oleh Suhrawardi adalah
bersifat material dan tidak bisa didefinisikan, karena sesuatu yang “terang”
tidak memerlukan definisi, dan cahaya adalah entitas yang paling terang
didunia. Bahkan cahaya menembus susunan semua entitas, baik yang bersifat fisik
maupun non fisik, sebagai suatu komponen yang esensial daripadanya. Karena itu
esensi cahaya adalah manifestasi.
Jika manifestasi ini adalah suatu atribut yang ditambahkan kepada cahaya
itu berarti bahwa cahaya itu sendiri tidak memiliki kualitas yang dapat
dilihat, dan menjadi dapat dilihat hanya melalui sesuatu yang lain, sesuatu
yang lain itu sendiri dapat dilihat; dan pernyataan ini sekali lagi timbul
konsekuensi yang mustahil: bahwa sesuatu yang selain cahaya yang terlihat
daripada cahaya itu. Maka itu, untuk eksistensi dirinya, cahahaya pertama
tidak mempunyai penyebab lain diluar dirinya, semua yang lain prinsip utama ini
adalah tergantung, dan mungkin. “yang bukan cahaya” (kegelapan) bukanlah
sesuatu yang khusus yang datang dari sesuatu yang mandiri. Segala sesuatu yang
bukan dari “cahaya murni” terdiri dari yang tidak membutuhkan substrtum, yang
merupakan substansi dari gelap.
III.
KESIMPULAN
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa mereka semua menggabungkan
kebijaksanaan Irsyaqi dengan priode pra Aristoteles sebelum
filsafat dirasionalisasikan dan ketika intuisi intelektual masih merupakan
jalan sejati bagi pencapaian pengetahuan.
Inti filsafat Iluminationis adalah sifat dan penyebaran cahaya. Cahaya
yang dimaksud oleh Suhrawardi adalah bersifat material dan tidak bisa
didefinisikan, karena sesuatu yang “terang” tidak memerlukan definisi, dan
cahaya adalah entitas yang paling terang didunia. Bahkan cahaya menembus
susunan semua entitas, baik yang bersifat fisik maupun non fisik, sebagai suatu
komponen yang esensial daripadanya. Karena itu esensi cahaya adalah
manifestasi.
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
crossorigin="anonymous"></script>
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Ø
Nasution, Hasyimsyah, Dr. M.A.
“Filsafat Isalam”, Jakarta: Gaya Media Paratama, cet. ke-4, 2005
Ø
Hossein, Seyyed Nasr, Tiga
Madzhab Utama Filsafat, Yogyakarta: IRCiSoD2006
0 komentar:
Posting Komentar