MADRASAH DALAM SISTEM PENDIDIKAN
NASIONAL
A. Sejarah Perkembangan
Madrasah
Madarasah merupakan
system “Isim Makan’ kata ”darasa” dalam bahasa Arab, yang berarti ’Tempat duduk
untuk belajar” atau populer dengan sekolah. Sementara itu, Karel A. Steenbrink
justru membedakan antara Madrasah dengan sekolah-sekolah, dan beralasan bahwa
sekolah dan madrasah mempunyai ciri yang berbeda. Madarasah sebagai lembaga
pendidikan dalam bentuk formal sudah dikenal sejak awal abad ke 11a atau 12 M,
atau abad ke 5-6 H, yaitu sejak dikenal adanya madrasah nidzimiyah yang
didirikan di Baghdad oleh anizam Al Mulk, seorang wazir dari Dinasti Saljuk. Di
Timur tengah Intuisi Madarasah berkembang untuk menyelenggarakan Pendiidkian
keislaman tingkat lanjut, yaitu melayani mereka yang masih haus ilmu yanh sudah
sekian lama menimbanya dengan nbelajar di masjid-masjid dan al-kuttab. Dengan
demikian, pertumbuhan madarasah sepenuhnya merupakan perkembangan lanjut dan
alamiah dari dinamika internal yang tumbuh dari dalam masyarakat Islam sendiri.[1]
Lembaga Pendidikan Islam ini mulai tumbuh di Indonesia pada awal abad ke
20. Kelahiran Madrasah ini tidak terlepas dari ketidakpuasan terhadap sistem
pesantren yang semata-mata menitk beratkan agama, dilain pihak sisitem
pendidikan umum justru ketika itu tidak menghiraukan agama. Kehadiran Madrasah
dilatar belakangi oleh keinginan untuk memberlakukan secara berimbang antara
ilmu agama dan ilmu umum dalam kegiatan pendidikan dikalangan umat Islam.
Kehadiran Madrasah sebgai lembaga pendidikan agama Islam setidak-tidaknya
mempunyai beberapa latar belakang, diantaranya:
- Sebagai manifestasi dan
realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam.
- Usaha penyempurnaan terhadap sisitem pesantren ke
arah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya untuk
memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum.
- Adanya sikap mental pada sementara golongan umat
Islam, khusunya santri yang terpukau pada Barat sebagai sistem pendiidkan
mereka.[2]
Dengan demikian, kita ketahui bahwa pada permulaan abad ke 20, merupakan
masa pertiumbuhan dan perkembnagan madrasah hampir di seluruh Indonesia, dengan
nama dan tingkatan yang bervariasi. Namun madrasah-madrasah tersebut, pada awal
perkembangannya, semata-mata masih bersifat diniyah. Baru sekitar tahun 1930,
sedikit demi sedikit, akan tetapi bertambah cepat, dilakukannya pe,mbahruan
terhadap madrasah dalam rangka memantapkan keberadaannya khusus dengan
penambahan pengetahuan umum.[3]
B.
Pelaksanaan Tugas Pembinaan Madrasah
Berangkat dari kebijaksanaan yang stategis, mka pembinaan madrasah
diperlukan bentuk-bentuk dan tugas pembinaan yang diarahkan agar mampu membawa
madrasah pada posisi dan eksisitensi stategis dalam mata rantai kesatuan sistem
pendidikan nasional.
Bentuk-bentuk dan tugas pembinaan tersebut sangat ditentukan oleh upaya
pembinaan madrasah yang dilaksanakan untuk membentuk manusia indonesia yang
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa serta bertanggungn jawab
atas poembanguinan dirinya dan bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan
bangsanya.
Oleh karena itu, brentuk dan tugas pembinaan madarasah operlu diarahkan
agar mencapai sasaran berikut :
- Terwujudnya kondisi yang
dinamis menunjang openingkatan mutu pendidikan pada madrasah agar setaraf
dengan sekolah umum untuk mencapai tujuan pembangunan bidang agama dan
bidang pendidikan.
- Terwujudnya kondisi yang dapat
meningkatkan penghayatan dan pengamalan agama sehingga mampu menghasilakan
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Serta berahlak mulai
dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Terwujudnya kondisi yang dapat
mendorong kearah berkembangnya pikiran-pikiran ilmiah dikalangan madrasah
serta mampu menyesuaikan diri dengantuntutan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta perubahan sosial dan ekonomi.
C.
SKB 3 Menteri Tentang Peningkatan Mutu Pendidikan
Pada Madrasah
Upaya dalam rangka tyugas nasional dibidang pendiikan agar pada
gilirannya mampu mengembangkan sisitem pendidikan nasional yang integral,
departemen agama di bawah pimpinan Dr.Mukti Ali, MA. Mengelkuarkan keputusan
bersama Menteri Agama, Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan sera Menteri Dalam
Negeri No.6 Tahun 1875, No 037/U/1975 dan No.36 Tahun 1975 tanggal 24 Maret
1975 tentang peningkatan mutu pendidikan madrasah. Keputusan bersama tersebut
merupakan pelaksanaan dari kepuitusan presiden No.15 tahun 1972 dan intruksi
presiden No.15 tahun1974, sesuai denagn petunujk presiden pada sidang kabinet
terbatas tanggal 26 november 1974.[4]
Dengan adanya SKB 3
Menteri tersebut, bukan berrti beban yang dipikul madrasah tambahan ringan,
akan tetapi justru sebaliknya, akan semakin berat. Hal ini dikarenakan, diastu
piahk ia dituntut untuk mermperbaiki kualitas pendidiakn umum sehingga setaraf
dengan standar yang berlaku di sekolah umum, dilain piahk ia harus menjaga agar
mutu pendiidkan agama tetap baik sebagai ciri khasnya. Maka untuk mencapai
kepada tujuan yan g dimaksud, sudah barang tentu harus diadakan peninjasuan
kembalai terhadap kurikulum yang berlaku, materi pelajaran, sistem evaluasi dan
peningkatan mutu tenaga pengajarnya melalui penataran-penataran.
D.
Kedudukan Madarasah Sebagai Sub Sistem Pendidikan
Nasional.
Madrasah sebagai sub sisitem
pendidikan nasioanal mempunyai beberapa konsekuensi, antara lain pola
pembinaannya harus mengikutim pola pembinaan yang mengacu kepada
sekolah-sekolah pemerintah, madarasah mengiukuti kurikulum nasional, ikut serta
dalam UAN dan berbagai peraturan yang diatur oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Tuntutan masyarakat dalam menyiapkan pendidikan masa depan yang lebih
baik antara lain adalh terselenggaranya demokratissasi pendidikan yang memupuk
lahirnya pwerilaku peserta didik yang demokratis, hubungan yan g demokratis
antara guru dan peserta diidk demi perkembangan berfikir yan g kreatif, ajaran
islam yang membentuk nilai-nilai moral serta memperkuat iman dan takwa kepada
Allah, menguasai Iptek, memupuk kerja sama dalam persaingan sebagaimana yang
dituntut oleh masyarakat global.
Pendidikan yang berbasis masyarakat adalah sesuai dengan misi pembaruan
misi pem,baruan pendidikan dewasa ini. Dengan ikut sertya masyarakat didalam
penyelenggaraan dan poengelolaan pendidikakannya, maka pendidikan tersebut
betul-betul berakar didalam amsyarakat dan didalam kebudayaannya. Denagn
demikian, lembaga-lembaga pendidikan yangb berfungsi untuk membudayakan
nilai-nilai masyarakat diharapkan dapat memenuhi fungsinya masing-masing.
E.
Perkembangan Madrasah dalam Era Desentralisasi dan
Otonomi Daerah
Pembinaan yang dilakukan oleh Departemen Agama masih perlu
langkah-langkah penyesuaian yang stategis, utamanya dalam rangka mencari bentuk
dan pemecahan masalah sehubungan denagn kemungkinan diberlakukannya Otonomi
Daerah dan Desntralisasi di bidang pendidikan secara keseluruhan.
Posisi stategis usaha pengembangan di bidang pendidikan pada Madrasah
sedikitnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu ;Pertama, dari segi kedudukannya
sebagai bagian integral dari kesatuan sisitem pendidikan Nasional. Kedua, dari
segi kedudukannay sebagai bagian terpenting dari pembnagunan sektor agama yang
merupakan bagian dari pembangunan nasional.[5]
F.
Ciri Kekhasan Madrasah dan Identitas Madrasah
Dalam pasal 55 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sisitem
Pendidikan Nasioanal dinyatakan bahwa masyarakat diberikan kesempatan untuk
mnyelenggarakan pendidikan Agama bebbasis masyarakat sesuai dengan kekhasan
agama., lingkungan sosial budaya untuk kepentingan masyarakat.
Dalam Ayat (3) dari pasal 36 tebnbtang kurikulum juga memberikan
p[etunjuk bahwa latar belakang iman takwa dan agama harus menjadi perhatian
dalam menyusun kurikulum.. Demikian juga setiap jenis pendidikan yang
diselenggarakan dan dikembangkan dengn pr4insip diversivikasi sesuai denagn
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Ciri kekhususan Agama Islam. Pada satuan pendidikan diartikan sebagai
keseluruhan kegiatan pendidikan yang karena keberadaan dan pengalaman historisnya
memilki ciri dan karakter pendidikan Islam yang diwarnai oleh nilai-nilai ke
Islaman dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan pada instuisi pendidikan yang bersangkutan setta dalam mencapai tujaun
pendidikan nasional, yaitu dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutujnya
sekaligus manusia Muslim yang taat menjalankan agamanya.
Di Indonesia yang
tujuan pendiidkan nasionalnyta mengacu pada perkembnagnannya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman, bertkwa kepada tuhan yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab, maka setiap mata pelajaran apap pun yang
diberikan kepada anak didik diharapkan mampu mengacu kepada tujuan tersebut
dengan masing-masing titik fokus yang berlainan.
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-3145763305899807"
crossorigin="anonymous"></script>
[1]. Abdul Rahman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anaka Bangsa, (Jakarta: PT.Raja Garfindo
Persada,2006) Hal.11.
0 komentar:
Posting Komentar